Jakarta, Buletinnusantara – Berbagai tindakan pencegahan COVID-19 telah dilakukan di lingkungan pendidikan pondok pesantren seluruh Indonesia. Langkah tersebut bertujuan untuk kepentingan seluruh pihak, terutama para santri, agar bisa tetap belajar dengan nyaman dan aman dari penularan virus SARS-CoV-2 di lingkungan pondok pesantren.
Kementerian Agama telah menempuh berbagai upaya untuk memutus rantai penularan COVID-19 di lingkungan pendidikan pesantren, salah satunya dengan surat edaran. Surat edaran tersebut berisi berbagai panduan kesehatan terkait aman COVID-19. Panduan ini didistribusikan ke seluruh tempat Pendidikan di bawah Kementerian Agama, seperti pondok pesantren. Surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 di masa pandemi.
“Setelah SKB empat menteri, kami Kementerian Agama menindaklanjuti juga dengan surat yang isinya menindaklanjuti protokol kesehatan. Dan kami sampaikan kepada seluruh pendidikan yang ada di Kementerian Agama, salah satunya adalah pendidikan Diniyah dan pondok pesantren,” jelas Dr. H. Waryono, M.Ag selaku Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren melalui media daring dalam diskusi Gugus Tugas Nasional di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (21/7).
Lebih lanjut Waryono menyampaikan, sejumlah pesantren telah melakukan tindakan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan bagi para santri. Contohnya yang dilakukan oleh salah satu pondok pesantren di Jawa Timur yang mendatangkan santrinya secara bertahap sambil menyiapkan segala kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mencegah tersebarnya penularan COVID-19 di lingkungan pesantren.
Meski pondok pesantren telah berusaha disiplin untuk menerapkan protokol kesehatan, menurut Waryono, dari total 28.000-an pesantren, baru 8.000 yang siap dalam pencegahan COVID-19 terhadap para santrinya.
Menurutnya ketidaksiapan tersebut diakibatkan oleh belum memadainya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh pesantren-pesantren tersebut.
“Dari 28.000 pesantren, baru 8.085 pesantren yang betul-betul siap dan santrinya siap kembali ke Pesantren. Sisanya itu belum bisa operasi karena tadi, terkait dengan sarana dan prasana yang belum memadai, begitu ya,” jelas Waryono.
Sedangkan untuk pembiayaan dalam penyediaan sarana dan prasarana, Waryono mengakui, pemerintah daerah di berbagai wilayah telah memberikan perhatian yang luar biasa kepada pondok pesantren yang ada. Menurutnya, perhatian tersebut membuat pesantren bisa melakukan berbagai tes dan menyediakan sarana dan prasana yang dbutuhkan dalam pencegahan COVID-19.
“Karena itu, kami mengucapkan terimakasih bagi para gubernur, bupati, walikota, yang sejak awal telah memberikan pembiayaan,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Darussalam Gontor dan Pembina Satgas COVID-19 Gontor, Amal Fathullah Zarkasyi Fathullah Zarkasyi memastikan santri-santri pondok pesantren Darussalam Gontor menjalankan protokol kesehatan ketika melaksanakan pendidikan mondok di dalam pesantren.
Namun ketika ada santri yang terkonfirmasi positif virus Corona pihaknya menempuh berbagai protokol, seperti menyediakan ruang isolasi dan melakukan _rapid test_ kepada santri-santri lain dengan dibantu Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
“Alhamdulillah, langsung Bu Gubernur mengutus satgas dari Surabaya, kepada kami memberikan bantuan APD dan lain sebagainya, bahkan 10 ribu masker, kemudian juga 1500 untuk swab,” ujar Amal.
Sementara pondok pesantren yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah menurut Sarwa Pramana selaku Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Jawa Tengah, pondok pesantren yang ingin kembali beroperasi harus mampu menerapkan syarat-syarat yang telah ditetapkan melalui Surat Edaran Sekretaris Daerah nomor 450/09/155.
Ada pun syarat-syaratnya antara lain, santri harus memberikan surat keterangan sehat dari puskesmas dan harus dikarantina selama 14 hari terlebih dahulu. Selanjutnya, pondok pesantren diwajibkan untuk membuat Gugus Tugas di lingkungan pondok, dan terakhir pengantar tidak boleh masuk ke dalam wilayah pesantren.
Upaya lain yang dilakukan untuk pencegahan penularan COVID-19 di Pesantren di Provinsi Jawa Tengah adalah penugasan terhadap dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas untuk memantau pondok pesantren setiap hari, serta memanfaatkan manajemen Jogo Tonggo.
“Kita kan punya manajemen Jogo Tonggo sampai tingkat RW. Di lingkungan pondok untuk bisa bekerja sama pada saat satu, santri ini terkonfirmasi reaktif, langsung kita isolasi. Kalau di lingkungan pondok tidak memungkinkan, kita kerjasama dengan aparat desa,” ujar Sarwa.
Menurut Sarwa, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengucurkan dana bantuan sebesar Rp2,4 miliar untuk seluruh pondok melalui Baznas Jawa Tengah. Ia pun berharap tidak ada lagi klaster-klaster baru yang muncul dari transmisi pondok pesantren karena upaya pencegahan terus dilakukan.
“Mudah-mudahan, ke depan, tidak ada lagi pondok yang menjadi transmisi baru. Mudah-mudahan sampai hari ini, Jawa Tengah, Alhamdulillah belum ada,” tutup Sarwa.(APJ)*