Hal tersebut menjadi acuan penting dalam menangani dampak dari pandemi Covid 19 yang disampaikan oleh Peneliti Eksekutif Satgas Pengembangan Keuangan Syariah dan Ekosistem UMKM-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dr Setiawan Budi Utomo.
“Hikmah terbesar hadirnya Covid-19 yaitu adanya penguatan paradigma penyelenggaraan negara dan keotoritasan fatwa. Kedua hal di atas menjadi gerak cepat yang turut berkontribusi saat pandemi diiringi semangat gotong royong antar sesama,” ujar Dr Setiawan.
Berdasarkan hal tersebut, Dr Setiawan menyoroti perlu adanya kerjasama yang dijalin antara pemerintah sebagai regulator dengan jasa keuangan industri bersama jasa ekonomi syariah dalam pemulihan ekonomi nasional.
Meskipun Indonesia tengah mengalami keadaan krisis ekonomi yang cukup menurun, namun hal tersebut harus disikapi dengan sikap positif dan optimis. Karenanya, jika merujuk pada data pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tahun 2021 sudah beranjak menuju normal dan tumbuh sekitar 7,07%.
“Perbankan syariah menunjukan ketahanan selama masa pandemi, tak hanya itu pada tahun 1998 perbankan syariah pun mampu bertahan kala krisis berlangsung,” ujarnya.
“Seluruh indikator dalam Perbankan Syariah mengalami pertumbuhan positif. Hal ini yang patut disyukuri oleh bangsa Indonesia karena bernasib jauh baik dibanding negara lain seperti Inggris, Singapura, Jepang bahkan Amerika kala pandemi,” tambahnya.
Namun, setelah hampir 3 dekade perkembangan syariah di Indonesia hanya mampu menembus angka 6,5%. Tentu saja ini disebabkan oleh beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa perbankan syariah belum berkembang signifikan dalam kurun waktu tersebut.
Dr Setiawan mengelompokkan faktor tantangan yang dihadapi oleh Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia ada 3 yaitu:
Pertama, daya saing.
Kedua, jangkauan jaringan. Pada faktor kedua ini diharapkan generasi muda mampu menciptakan peluang dan memecahkan tantanganhan agar bangaa ini mampu keluar dari keterpurukan khususnya pada sektor ekonomi.
Ketiga, literasi dan inklusi (tingkat pemahaman dan penggunaan jasa). Hal ini terjadi karena minimnya edukasi kepada masyarakat luas perihal Perbankan Syariah di Indonesia.
“Dampak paling besar dirasakan selama pandemi di sektor ekonomi bisnis yaitu pada nasabah UMKM yang berjumlah sekitar 3.83 juta nasabah” tegas Dr Setiawan.
“Fatwa No 23 Tahun 2020 perihal Pemanfaatan Harta, Infak, dan Shadaqah untuk Penanggulangan Wabah Covid-19 yang dikeluarkan MUI diharapkan dapat menjadi dasar membantu nasabah UMKM yang terkena dampak,” lanjutnya.
Dr Setiawan menjelaskan bahwa penyaluran dana tersebut berupa bantuan modal kerja tunggakan yang dialami oleh nasabah UMKM dari dana zakat dan wakaf. Sehingga roda perputaran ekonomi yang sebagian besar dikuasai oleh UMKM akan terus berjalan di tengah krisis. (mui/hud)