BuletinNusantara.com, Jakarta – Ada banyak hadis Nabi dan atsar para ulama mengenai akhlak yang tidak atau jarang dikutip oleh para dai. Karena proses sosial, hadis tentang akhlak yang sifatnya universal justru tidak tersampaikan, sehingga pengetahuan masyarakat terkait ajaran Nabi jadi tidak seimbang. Demikian disampaikan Ulil Abshar Abdalla dalam kegiatan rutin tiap bulan Kopdar Ngaji Ihya di Masjid An-Nahdlah Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (2/08) malam.
“Seperti (ayat) Al-Qur’an, hadis dan atsar tentang akhlak juga banyak yang tidak terekspose, sedangkan beberapa hadis over quoted. Banyak dan sering sekali dikutip. Menurut saya, hadis tentang akhlak itu under expose,” ungkap Ulil, usai mengartikan beberapa hadis dan atsar bab akhlak dalam karya masterpiece Imam Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin.
Ceramah para dai, kata Ulil, baik di radio, televisi dan di Youtube tidak banyak menggali hadis-hadis atau atsar mengenai akhlak seperti dalam kitab Ihya.
“Jika di sini ada penceramah, mari sampaikan hadis-hadis tentang akhlak,” ajaknya, dalam pengajian yang juga disiarkan langsung di akun Facebook Ulil Abshar Abdalla.
Dalam salah satu keterangan hadis, Ulil menyampaikan, husnul khuluqi (akhlak yang baik) akan menjadi penolong di hari ketika manusia menghadap Allah SWT. Ketika manusia terhalang oleh hijab untuk menghadap Allah, maka dengan syafa’at Rasul dan akhlak baik yang dimiliki manusia, hijab itu akan terbuka.
“Dan akhlak yang buruk (suul khuluqi) adalah dosa yang tak terampuni,” jelas menantu Gus Mus itu, mengutip salah satu keterangan dalam kitab Ihya.
Masih dalam kitab tersebut, Ulil menjelaskan salah satu atsar dari Sahabat Anas bin Malik, bahwa orang yang ibadahnya pas-pasan namun akhlaknya baik, maka ia mendapat derajat tertinggi di surga. Sebaliknya, seorang ahli ibadah tetapi akhlaknya tidak baik atau tidak memiliki kesalehan sosial, maka mendapat tempat terendah di neraka.
“Saya jadi teringat buku Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat) yang ditulis tahun 90-an, Dahulukan Akhlak di Atas Fiqih, yang menanggapi semangat beragama (hijrah) anak-anak muda, tapi kurang menarik secara social attitude. Mungkin karena kurangnya ilmu, seperti mudahnya menghakimi orang lain. Padahal sifat itu dilarang Qur’an. Jangan meninggikan atau standing moral, sambil merendahkan moral orang lain. Fala tuzzaku anfusakum. Allah lah Yang Tahu,” terang Ulil. [Wahyu Noerhadi]