Jakarta, Buletinnusantara – Kita yang menginjak usia 40 tahunan tentu masih ingat dengan slogan 4 Sehat 5 Sempurna. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 atau GTPPC19 Doni Monardo mengadopsi slogan itu untuk menghadapi virus SARS-CoV-2 yang sedang melanda tanah air.

Dulu, slogan 4 Sehat 5 Sempurna digunakan sebagai pengingat yang mudah untuk masyarakat. Masyarakat membutuhkan asupan nutrisi untuk membangun kualitas manusia Indonesia yang andal. Slogan yang diciptakan tahun 1950-an oleh Prof. Poorwo Soedarmo berisikan lima kelompok makanan, yakni makanan pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan susu.

Namun, slogan tersebut digunakan untuk menghadapi konteks saat ini, benteng terakhir menghalau virus Korona. Doni menggunakan slogan serupa untuk membangun manusia Indonesia dalam menghadapi serangan COVID-19.

Ia mendefinisikan 4 Sehat 5 Sempurna sebagai upaya mencegah COVID-19. Empat sehat dari Doni yang juga Kepala BNPB ini, yaitu gunakan masker, jaga jarak, baik _physical_ dan _social distancing_, rajin cuci tangan dengan sabun, dan olahraga, tidur teratur dan cukup serta tidak panik. Satu pesan yang membuat sempurna yaitu makanan yang bernutrisi.

“Kalau dulu, 4 Sehat 5 Sempurna, karbohidrat, daging, ikan, sayuran, buah-buahan dan susu. Nah ini semuanya masuk pada poin ke-5 (versi Doni),” ujar Doni saat bertemu Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI Prof. Rini Sekarini di Graha BNPB, Jakarta, pada Rabu (27/5).

Slogan 4 Sehat 5 Sempurna sangat dibutuhkan di era COVID-19. Doni menyampaikan kita tidak menang melawan COVID-19.

“Tidak ada manusia, negara yang bisa mengalahkan Covid, yang ada adalah beradaptasi,” ujarnya.

Di samping itu, Doni berharap slogan 4 Sehat 5 Sempurna dalam konteks menghadapi COVID-19 dapat mudah diingat oleh masyarakat.

Sementara itu, Ketua Tim Pakar GTPPC19 Prof. Wiku Adisasmito menyampaikan penting untuk mengenalkan suatu narasi, yaitu 4 Sehat 5 Sempurna, yang membantu setiap warga masyarakat untuk ‘berubah,’ khususnya dalam menghadapi COVID-19.

Doni menambahkan bahwa slogan ‘4 Sehat’ yang mampu diimplementasikan oleh setiap individu ini bertujuan untuk meningkatkan imunitas.

“Baru kemudian didukung dengan gizi,” jelas Doni kepada Rini Sekarini yang juga Ketua IDAI DKI Jakarta. Prof. Rini merupakan cucu dari Prof. Poorwo Soedarmo, pencetus slogan 4 Sehat 5 Sempurna era dulu.

Prof. Rini juga mendukung slogan ini dapat menjadi upaya gerakan masyarakat untuk hidup perilaku adaptif secara preventif untuk menghadapi pandemi COVID-19.

Doni juga menambahkan bahwa Majelis Ulama Indonesia merespon slogan tersebut dan membahas lebih lanjut dan detail sehingga dapat disebarluaskan kepada seluruh masyarakat Indonesia.

_Catatan Seputar Sosok Pencetus 4 Sehat 5 Sempurna Jaman Dulu_
Gerakan dengan slogan 4 Sehat 5 Sempurna merupakan adaptasi dari rekomendasi USDA, _basic four_ atau _basic five_. Di Indonesia kemudian dikenal sebagai Empat Sehat Lima Sempurna (ESLS). Slogan yang diciptakan oleh Prof. Poorwo Soedarmo ini bahkan lebih populer dari slogan yang muncul berikutnya ‘Isi Piringku Bergizi Seimbang.’

Poorwo Soedarmo yang dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia merupakan sosok pertama yang memperkenalkan, merintis dan mengembangkan pengetahuan tentang gizi dan ketenagaan gizi di Indonesia. Ribuan tenaga gizi dengan berbagai tingkatan Diploma sampai S3 dan guru besar, bermula dari gagasan dan perjuangan Poorwo pada tahun 1950-an.

Ia dilahirkan di Malang, Jawa Timur, pada 20 Februari 1904 dan meninggal pada usia 99 tahun. Pria lulusan sekolah kedokteran Stovia tahun 1927 ini merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Berdasarkan beberapa catatan historis, ia pernah bekerja sebagai kepala pelayanan medis hingga tahun 1948. Poorwo yang mendapat ijazah dokter dari Ida Gaigako kemudian menjadi dokter kapal ‘Polodarus.’

Ketertarikan terhadap ilmu nutrisi diawali ketika ia berlabuh di London tahun 1949. Akhirnya, Poorwo menempuh studi malaria dan peran DDT di London School of Hygiene and Tropical Medicine. Ia juga belajar ilmu gizi di Post Graduate Institute, London (1949) dan Institute of Nutrition, Manila (1950). Kemudian ia mendalami ilmu yang sama di School of Public Health and Nutrition, Harvard University (1954-1955).

Setelah menimba ilmu gizi di luar negeri, Poorwo kembali ke Indonesia dan mendirikan Akademi Ahli Diit dan Nutrisionis atau dikenal juga dengan APN (Akademi Pendidikan Nutrisionis), yang kemudian diganti nama Akademi Gizi.

Poorwo menjadi guru besar pertama Ilmu Gizi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 1958. Dua tahun kemudian Poorwo lulus dari Institute of Nutrition Sciences, Columbia University, New York.

Poorwo tercatat sebagai penerima Bintang Mahaputra Utama tahun 1992 dari Pemerintah Indonesia atas jasa mengembangkan gizi. Di samping penghargaan itu, ia mendapat piagam penghargaan Ksatria Bakti Husada Kelas I pada tahun 1993.(APJ)*