Jakarta, Buletinnusantara – Industri e-commerce di Indonesia diharapkan mampu terus berkembang. Tak cuma sekadar mendukung perekonomian negeri ini, tapi juga menjadi tulang punggung Indonesia di era digital ekonomi.

“Indonesia bisa jadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Ini mimpi yang realistis dan bisa kita wujudkan bersama,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Potensi industri e-commerce di Indonesia memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Dari data analisis Ernst & Young, pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di tanah air setiap tahun meningkat 40 persen. Bayangkan saja ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar.

Apalagi saat ini e-commerce sedang naik daun. Masyarakat kota-kota besar di tanah air menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Jumlah kelas menengah Indonesia yang mencapai puluhan juta orang memiliki perilaku konsumtif menjadi alasan mengapa e-commerce di Indonesia akan terus berkembang.

Sayangnya sampai saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur mengenai bisnis online tersebut. Padahal jika dikulik lebih dalam, e-commerce memiliki nilai bisnis yang sangat besar. Pada akhir tahun 2014 saja, nilai bisnis industri ini di Indonesia mencapai USD 12 miliar.

Mari kita ambil contoh negara Tiongkok dengan industri e-commerce-nya rupanya sudah melirik bahwa bisnis dengan internet akan meledak suatu saat. Pada tahun 2011, mereka meluncurkan Five Year Plan for the Development of e- Commerce.

Hanya dalam waktu tiga tahun, volume transaksi bisnis e-commerce Tiongkok sudah mencapai 10,1 persen dari total penjualan ritel. Total penjualan ritel lewat e-commerce Tiongkok mencapai USD 426 miliar pada tahun 2014 atau naik hampir tiga kali lipat dibanding akhir tahun 2011. Sungguh pertumbuhan yang sangat fantastis.

Bisa dikatakan bahwa perekonomian Tiongkok dan Indonesia memiliki karakter yang hampir sama. Dengan populasi yang besar, Indonesia dan Tiongkok menyediakan pasar yang begitu besar bagi pelaku bisnis lokal maupun internasional. Jika potensi ini bisa dimanfaatkan dengan baik, sudah pasti akan mendongkrak perekonomian nasional.

Berbicara mengenai industri e-commerce memang tidak semata membicarakan jual beli barang dan jasa via internet. Tetapi ada industri lain yang terhubung di dalamnya. Ada efek multiplier seperti penyediaan jasa layanan antar atau logistik, provider telekomunikasi, produsen perangkat pintar, dan lain-lain. Hal inilah yang membuat industri e-commerce harus dikawal agar mampu mendorong laju perekonomian nasional.

Pemerintah Indonesia pun dalam waktu dekat akan meluncurkan e-Commerce Roadmap. Pada akhir tahun 2014, pemerintah Indonesia, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, berkolaborasi dengan Kementerian Kominfo dan beberapa kementerian/lembaga dan asosiasi terkait, didukung oleh konsultan kaliber dunia yang bekerja secara pro bono dengan mengerahkan tenaga ahli multi disiplin mereka di regional dan global, Ernst & Young, mulai bekerja untuk mengembangkan e-Commerce Roadmap ini. Segenap instansi pemerintah bekerja bersama-sama dalam menyiapkan ekosistem yang baik untuk mengembangkan industri e-commerce lokal.

Dari hasil workshop serta roadshow yang dilakukan antara kementerian serta pelaku industri, maka terciptalah draft Indonesia e-Commerce Roadmap yang saat ini dalam tahap finalisasi di tingkat kabinet. Diharapkan Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat melakukan Rapat Terbatas untuk memberikan arahan dimulainya pelaksanaan inisiatif-inisiatif solusi terkait dengan isu-isu seputar e-commerce sehingga dapat mendukung dan mendorong potensi pertumbuhannya di Indonesia yang sesungguhnya.

Berdasarkan analisis, ada enam isu yang menghambat potensi pertumbuhan e-commerce di Indonesia antara lain: pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, infrastruktur komunikasi, logistik, serta edukasi dan sumber daya manusia. Isu-isu tersebut harus dikerjakan bersama-sama dengan lembaga terkait agar menghasilkan kebijakan yang komprehensif dan tersinkronisasi. Adapun kementerian dan lembaga-lembaga tersebut antara lain Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM, Pos Indonesia, ASPERINDO, IdEA, dan lain-lain.

Tidak hanya itu, pemerintah juga merumuskan prinsip-prinsip utama dalam mengembangkan e-commerce lewat aksi afirmatif. Lima prinsip tersebut antara lain: seluruh warga Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses serta menjadi pelaku e-commerce, seluruh warga Indonesia memiliki ilmu dan pengetahuan agar dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk perekonomian, meminimalisir hilangnya lapangan pekerjaan saat era transisi menuju perekonomian digital, implementasi perangkat hukum dan kebijakan harus mendukung keamanan e-commerce yang mencakup technology neutrality, transparansi dan konsistensi internasional, dan utamanya pelaku bisnis e-commerce lokal terutama pelaku bisnis pemula dan UKM harus mendapatkan perlindungan yang layak serta menjadi prioritas utama.

Pada praktiknya di lapangan, pemerintah akan bekerja memberikan stimulus kepada para pelaku bisnis e-commerce mulai dari level pemula, UKM, hingga established business. Namun, pemerintah juga membutuhkan dukungan dari masyarakat, pihak swasta, media, maupun organisasi non-profit untuk mendorong e-commerce menjadi sebuah gerakan nasional/kampanye. Adapun contoh dari kampanye serta gerakan yang akan diadakan antara lain Hari Belanja Online Nasional, workshop, program inkubator dan mentoring untuk para pelaku bisnis pemula, serta e-Commerce Center di setiap kota/kabupaten.

Pada tahun 2020, volume bisnis e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai USD 130 miliar dengan angka pertumbuhan per tahun sekitar 50%. Pada akhir tahun 2015, nilai bisnis e-commerce tanah air diprediksi sekitar USD 18 miliar.

Indonesia dapat dikatakan memiliki bekal yang ciamik untuk menjadi negara dengan industri e-commerce terkemuka di masa depan. Selain memiliki sumber daya manusia yang tak kalah bagus, pasar lokal juga menjadi potensi besar untuk mengembangkan bisnis ini.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia ingin menempatkan Indonesia sebagai Negara Digital Economy terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Selain adanya e-Commerce Roadmap, pemerintah juga menargetkan dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis USD 10 miliar.

Kondisinya saat ini banyak pelaku bisnis e-commerce pemula baik perdagangan online maupun start-up digital dengan ide-ide segar dan inovatif yang kurang memiliki akses atau pendanaan untuk mengembangkan bisnisnya.

Untuk itu, pemerintah akan mendorong tumbuhnya technopreneurs baru, baik dengan menggandeng mentor-mentor technopreneurs terkemuka, data center, technopark, serta memberikan pendanaan. Sedangkan bagi pelaku bisnis UKM diharapkan mampu naik tingkat menjadi pelaku usaha besar, bahkan menggurita hingga internasional.

Tentu target ini bukanlah sekedar angka. Dengan pertumbuhan bisnis online yang begitu pesat, masyarakat Indonesia akan mendapatkan manfaat positif dalam perekonomian seperti pertumbuhan kesejahteraan, pertumbuhan lapangan kerja baru dan lain-lain. Dengan demikian Indonesia tidak lagi sekadar menjadi target pasar bisnis internasional, tetapi sebaliknya dapat menjadi pengusaha e-commerce yang mumpuni hingga menjangkau pasar luar negeri.

Jika dibandingkan dengan Tiongkok, revolusi bisnis online Indonesia diprediksi akan mendongkrak Pendapatan Domestik Bruto sebesar 22% pada tahun 2020. Dengan melihat perkembangan e-commerce di Tiongkok, maka bukan tidak mungkin hal yang sama bisa terjadi di Indonesia.

Sumber: kompas.com