Agama ‘Egois’
Oleh: _Slamet Tuharie Ng_
Beragama memang harus kuat akidahnya dan harus kuat pendiriannya. Kalau akidahnya tidak kuat, atau imannya tidak kuat, maka tentu akan diragukan kadar beragamanya. Tapi, kuat pendirian bukan berarti menjadikan agama yang rahmat itu menjadi agama ‘egois’.
Tahukah kalian apa itu agama ‘egois’? Agama yang boleh mengkritik habis-habisan agama lainnya, boleh menyalah-nyalahkan kepercayaan sesamanya, boleh menghina dan menjelek-jelekkan keimanan saudara-saudara sebangsanya, tapi agama sendiri tak boleh ‘dikritik’ sedikit pun oleh siapa saja.
Jangankan pemeluk agama lain, jangan sekali-kali mengkritik, menertawakan, apalagi menjadikannya sebagai lelucon. Jangan. Pemeluk agama sendiri saja, kalau menyampaikan pendapat tak sama dengan mereka bisa dianggap penistaan. Merekalah yang punya ‘kebenaran’, selebihnya mungkin masih dianggap hidup dalam ‘ketidaktahuan’ dan ‘kesesatan’.
Sampai mereka yang lupa, bahwa pemeluk agama lain itu juga manusia yang punya rasa. Merasakan sakit saat keimanannya dicerca. Merasa jengkel ketika Tuhannya dihina.
Dan tentu merasa sakit ketika ada yang menjelek-jelekkan agamanya. Ingat, kalau mau tahu rasanya sakit, rasakan ketika agamamu dihina-hina oleh orang lain. Tuhanmu dijadikan bahan candaan pemeluk agama lain, atau ketika imanmu dihakimi oleh agama lain.
Ya, itulah agama ‘egois’. Sangkin egoisnya, mereka serasa menjadi wakil Tuhan yang paling sah di muka bumi. Sampai surga-surga juga sudah mereka kapling sendiri. Termasuk memilih siapa yang pantas dimasukkan ke dalam neraka juga kriterianya terserah mereka sendiri. Intinya terserah mereka, kebenaran hanya milik mereka, yang lain itu ‘fana’ belaka.
Dan mereka yang satu barisan, tak perduli salah akan dicarikan pembenaran. Sementara yang di luar kelompoknya, benar pun akan diubak-ubek untuk dicari-cari kesalahan. Semua itu karena apa? Karena mereka menjadi pemeluk agama ‘egois’.
Jangankan itu, kadang dengan semangatnya mereka bela umat Islam di belahan bumi bagian jauh sana dengan berbagai gerakan dan ‘air matanya.’ Meski, maaf entah faktanya seperti apa. Tapi anehnya, tetangganya sendiri yang sudah jelas-jelas Islamnya, malah dikafirkan statusnya.
Hanya mungkin karena berbeda cara ibadahnya, beda cara pandang dan harakahnya, atau hanya sekadar berbeda pandangan politiknya. Malah ada yang sampai menghalalkan darah saudara Islamnya sendiri hanya karena merasa merekalah yang paling benar.
Tapi, apakah cara masuk surga harus dengan menumpahkan darah saudaranya seagama? Nista sekali. Bukankah, seorang Ulama telah berkata bahwa nyawa seorang muslim itu lebih mulia dari pada ka’bah? Dan itu nyata.
Padahal, hidup berdampingan dengan orang dari berbagai macam agama itu sudah ada contohnya. Apalagi hanya beda mazhab, beda ormas, beda pilihan politik semata. Itu hal biasa. Memang Allah ciptakan manusia bermacam-macam adanya, agar kita bisa belajar menghargai sesama, bukan sebaliknya.
Ya, begitu..
www.kangslamet.com