Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai polemik dalam beberapa hari terakhir. Bukan hanya, NU dan Muhammadiyah yang menyatakan keluar, kini Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pun memilih mundur.
“Dengan mempertimbangkan beberapa hal, menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah, kami memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi dalam keterangan tertulis pada Jumat (24/7).
Kata dia, program yang rencana akan memakan anggaran sebesar Rp 595 miliar ini pun dinilai lebih baik untuk digunakan dalam membantu siswa, guru serta penyediaan infrastruktur. Khususnya di daerah 3 T (tertinggal, terdepan, terluar) demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di era pandemi Covid-19.
Perlu juga adanya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.
“Kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari,” ujarnya.
Kemudian, sama seperti NU dan Muhammadiyah, PGRI juga menilai proses pemilihan dan penetapan organisasi masyarakat (ormas) yang ikut dalam program tersebut tidak jelas.
Pasalnya, terdapat beberapa ormas yang rekam jejaknya pun dianggap tidak kompeten untuk memajukan kualitas pendidikan Indonesia. “Dengan pertimbangan, kami mengharapkan kiranya program POP untuk tahun ini ditunda dulu,” tegas Uniyah.(JPC)