Jakarta, Buletinnusantara – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan memahami bahwa aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penularan COVID-19 juga berdampak pada ketidakmampuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi, yang kemudian juga mempengaruhi aspek sosial lainnya. Hal itulah yang kemudian mendorong pemerintah untuk membentuk program Jaring Pengaman Sosial atau _Social Safety Net_.

“Kita tahu dari pembatasan kegiatan ekonomi sosial, maka menyebabkan banyak sekali masyarakat kita yang tidak bisa melakukan kegiatan ekonomi. Mencari nafkah, kemudian juga melakukan kegiatan-kegiatan sosial lainnya,” ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani dalam keterangan resmi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat (15/5).

Dalam hal ini, sasaran pertama dari program Jaring Pengaman Sosial adalah meningkatkan perlindungan yang terkait dengan program kesehatan. Dengan penanganan di bidang kesehatan ini, pemerintah sangat fokus untuk penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung sektor kesehatan dalam penanganan COVID-19.

“Yang pertama, arah kita dalam menangani dari sisi bidang kesehatan. Ini menjadi kunci kita dari pertama kali kita menangani dampak COVID. Dengan penanganan di bidang kesehatan ini, pemerintah sangat fokus untuk satu, menyediakan sarana dan prasarana untuk di bidang kesehatan, kemudian juga alat peralatannya yang memang pertama awal, kalau kita lihat masih cukup terbatas,” jelas Askolani.

Kemudian Pemerintah juga melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). Terhitung hingga bulan April lalu, pemerintah telah mengalokasikan untuk 10 juta rumah tangga penerima PKH, yang selanjutnya akan diberikan dalam waktu tiga bulanan.

Selain PKH, Pemerintah juga melakukan program Kartu Sembako dan melakukan penanganan bagi mereka yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bantuan PKH ini yang mulanya masih 15,2 juta akan diperluas lagi hingga 20 juta rumah tangga.

“Target daripada program sembako yang ada dalam kerangka bantuan pangan non-tunai yang awalnya masih 15,2 juta. Kita perluas ke sampai dengan 20 juta,” jelas Askolani.

Terlepas dari PKH, Pemerintah juga terus memperbaiki skema Kartu Pra Kerja, sehingga diharapkan minimal bisa masyarakat terdampak PHK bisa mendapatkan bantuan sampai dengan 3 bulan, sampai 4 bulan untuk bantuan bulanannya.

“Tentunya ini menjadi salah satu paket kebijakan, yang kalau kita lihat, juga menjadi perlindungan sosial-sosial Social Safety Net kepada dunia usaha, kepada masyarakat,” kata Askolani.

Kemudian, untuk mencakup lebih luas bantuan kepada masyarakat, pemerintah juga menambahkan 9 juta lagi untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat. Hal tersebut merupakan penambahan dari bantuan perlindungan sosial yang sudah ada saat ini.

Askolani mengatakan, anggaran Dana Desa juga dialihkan untuk memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat desa, yang kemudian tidak bisa mendapatkan manfaat dari pada program perlindungan sosial.

“Pengalokasian Dana Desa dalam bentuk BLT ini tentunya untuk mengisi. kalau sampai masyarakat di desa yang tidak mendapatkan bantuan PKH dan sembako, untuk bisa kemudian diberikan bantuan yang sama jenisnya dalam bentuk BLT Desa,” ujarnya.

Adapun selanjutnya, untuk mengurangi beban daripada konsumsi masyarakat sebagai dampak daripada COVID ini, Pemerintah juga memberikan keringanan tarif listrik.

Keringanan listrik yang dilakukan pemerintah sejak bulan April, ini telah dilakukan khususnya untuk rumah tangga pelanggan 450Va, dan 900 WA.

“Untuk 900WA sepenuhnya mendapatkan pembebasan biaya 100%. Sedangkan, untuk yang 900WA mendapatkan diskon daripada 50% daripada bill tagihan bulanannya,” terang Askolani.

Jika dlihat manfaat daripada pemberian Jaring Pengaman Sosial tersebut, hal itu sekaligus merupakan bentuk kompensasi yang diberikan atas konsistensi Pemerintah dalam membatasi kegiatan masyarakat, agar tidak keluar dari rumah sehingga penularan COVID-19 dapat dicegah.

“Kita konsisten dengan membatasi daripada kegiatan masyarakat, supaya tidak keluar dari rumah. Kemudian juga terpaksa kita membatasi kegiatan dunia usaha, maka kompensasi ini adalah bentuk dalam bentuk bantuan yang diberikan bulanan, untuk mengurangi dan juga meningkat memberikan daya beli kepada masyarakat, untuk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Ini menjadi tujuan kita,” pungkas Askolani. (APJ)*