Jakarta, Buletinnusantara – Ketua DPR Setya Novanto merasa dizalimi. Rekaman pembicaraan diduga Novanto meminta saham ke Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo beredar di publik.

Padahal, menurut Novanto, suara dalam rekaman itu belum tentu keluar dari mulutnya. “Saya tidak pernah mengakui rekaman itu. Belum tentu suara saya. Bisa saja diedit dengan tujuan menyudutkan saya,” kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Novanto sudah membentuk tim hukum untuk menghadapi masalah ini. Menurut Novanto, dirinya tidak mungkin mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mengurus kontrak karya Freeport Indonesia.

Kontrak PT Freeport Indonesia akan berakhir pada 2021. PT Freeport berharap kelanjutan kontrak karya segera diputuskan. Sementara pemerintah akan memutuskan nasib Freeport di Indonesia pada 2019, sesuai Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara.

Pemerintah memberikan syarat jika Freeport ingin pemerintah Indonesia meneken surat kontrak, misalnya menyerahkan saham sebesar 10,64 persen november tahun ini. Sehingga, Indonesia memiliki total saham di Freeport sekitar 20 persen.

Syarat lain, sesuai UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, PT Freeport harus membangun smelter di Indonesia. Pemerintah sempat memberi dispensasi kepada Freeport terkait ini. Pemerintah ingin Freeport membangun smelter di Papua. Lewat negosiasi alot, Freeport akhirnya mau dan akan membangun smelter di Gresik, Jawa Timur.

Pemerintah juga meminta kenaikan royalti. Akhirnya disepakati, royalti tembaga naik dari 3,5 persen menjadi empat persen, emas naik dari satu persen menjadi 3,75 persen, dan royalti perak naik dari satu persen menjadi 3,25 persen.

Novanto melanjutkan, kalau benar dalam rekaman tersebut suaranya, Komisi I DPR bisa ambil bagian dalam masalah ini yaitu mencari perekam. Dia menegaskan, merekam pembicaraan Ketua DPR tanpa izin tidak boleh.

“Ini kan pimpinan lembaga negara. Apalagi perusahaan asing (yang merekam) ada pemahaman kode etik dalam Foreign Corruption Practice Act (FCPA), ada peraturan tentang penyadapan,” kata dia.

Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan pembicaraan diduga melibatkan Novanto dan Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin ke MKD. Dalam pembicaraan itu terungkap orang yang diduga Novanto meminta saham ke Maroef untuk Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Novanto mengakui pernah bertemu Maroef di kantornya di Kompleks Parlemen dan di sebuah hotel di kawasan Pacific Place, SCBD, Jakarta. Namun, ia membantah meminta saham dan mencatut nama Presiden dan Wapres.