BULETIN NUSANTARA, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengingatkan Indonesia memang mesti waspada terhadap kemungkinan lonjakan kasus Covid-19. Namun, ia tidak boleh lengah dengan potensi ancaman sosial politik dalam negeri akibat terorisme.

“Sebagaimana dilansir Kepada BNPT, sel terorisme masih hidup dan aktif melakukan rekrutmen melalui fasilitas internet dan media sosial selama pandemi. Mereka aktif melakukan fund raising berkedok penggalangan dana kemanusiaan. Mereka juga menyalahgunakan kotak-kotak amal untuk merekrut generasi muda atau kaum milenial,” katanya pada pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2021 yang digelar di Jakarta, 25-26 September 2021.

NU mengapresiasi kinerja aparat yang melumpuhkan sel-sel JI (Jamaah Islamiyah) dan JAD (Jama’ah Anshorut Daulah), dengan menangkap Abu Rusydan dan menembak mati Ali Kalora.

“Ini bagian dari ikhtiar melindungi jiwa dan raga bangsa Indonesia dari ancaman terorisme dan paparan ideologi jihadis,” tambah doktor lulusan Universitas Ummul Qura Makkah ini.

NU juga mendesak Pemerintah untuk menindak tegas aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang yang membunuh dan menganiaya tenaga kesehatan (nakes) di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Negara tidak boleh kalau oleh aksi brutal kelompok kriminal yang telah menyerang dan membunuh aparat keamanan, membakar Puskesmas, dan merusak Kantor Bank, gedung Sekolah Dasar, dan Pasar Kiwirok, Papua.

Munas-Konbes NU 2021 dihadiri utusan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dan jajaran pengurus PBNU berikut badan otonomnya. Selama dua hari mereka membahas berbagai persoalan melalui sidang-sidang komisi. Bidang-bidang yang menjadi pembahasan antara lain adalah tentang kesehatan, polhukam (politik, hukum, dan keamanan), pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat (kesra). Pembahasan tersebut akan menghasilkan sejumlah butir rekomendasi dari setiap bidang dan ditujukan kepada pemerintah.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin turut hadir dan memberi sambutan secara daring dalam upacara pembukaan di hadapan sekitar 250 peserta itu. Menurutnya, selama lebih dari 90 tahun, NU telah berjuang memberikan berbagai langkah untuk memberikan manfaat, bukan saja kepada organisasi tetapi juga kepada bangsa dan negara. Menurutnya, NU sudah berhasil menanamkan sikap Islam yang rahmatan lil alamin.

“Sikap Islam yang menjadi mainstream dari kehidupan keagamaan di Indonesia. Ini juga upaya yang patut kita syukuri. Partisipasi NU dengan semangat hubbul wathan minal iman dan semangat tasamuh (toleransi) yang dikembangkan juga berperan besar demi menjaga keutuhan bangsa dan negara. Ini diakui oleh banyak pihak,” kata mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Kiai Ma’ruf menegaskan, kini sudah saatnya NU mengambil peran. Secara nasional, NU dianggap memiliki kontribusi besar dalam menciptakan kerukunan dan perdamaian. Hal ini menarik banyak pihak yang mengharapkan peran NU di tingkat global. Sebab NU memiliki prinsip ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan), di samping ukhuwah Islamiyah dan wathaniyah.

“Prinsip-prinsip ini sekarang diperlukan ketika dunia masih banyak terjadi konflik di mana-mana dan belum bisa teratasi, baik melalui jalur-jalur diplomasi politik. Juga pendekatan moralitas dan kemanusiaan mungkin juga bisa diperankan oleh NU di masa yang akan datang,” tegas cicit Syekh Nawawi Al-Bantani itu.

Mengutip ungkapan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari bahwa NU merupakan jamiyatul islahin yakni organisasi perbaikan, baik yang menyangkut persoalan keagamaan maupun kemasyarakatan seperti ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

“Munas merupakan salah satu forum penting di dalam rangka kita membuat garis-garis perbaikan. Kita harus menuangkan dalam bentuk langkah yang harus menopang tercapainya khittah Nahdliyyah. Jangan sampai antara langkah dan khittah tidak sejalan. Jadi tugas kita adalah melakukan harakah islahiyah (gerakan perbaikan),” pungkasnya.

Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama kali ini digelar dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Peserta terdiri dari internal syuriyah dan tanfidziyah PBNU dan tiga orang perwakilan dari PWNU se-Indonesia, serta para pimpinan lembaga dan badan otonom NU. (RLS/hud)