BuletinNusantara.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal PBNU A Helmy Faishal Zaini meluncur buku terbarunya yang bertajuk, Nasionalisme Kaum Sarungan (2018), yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas. Peluncuran sekaligus Diskusi Buku tersebut digelar di lantai 8 gedung PBNU, Jakarta, Kamis (19/7).
Dalam prakatanya, Helmy menyampaikan, buku Nasionalisme Kaum Sarungan merupakan kumpulan tulisannya yang dimuat di Harian Kompas.
“Terima kasih kepada Penerbit Buku Kompas. Dan, seluruh royalti dari penjualan buku ini akan di salurkan ke NU Care-LAZISNU. Jadi, yang membeli buku ini juga beramal di LAZISNU,” ujar Helmy.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan, buku yang diberi kata pengantar oleh Guru Besar Australia National University, Greg Fealy, itu mengupas banyak hal tentang NU dan kebangsaan. Istilah Kaum Sarungan sendiri menegaskan bahwa di Indonesia ada sekelompok masyarakat yang tetap teguh berpancasila, di tengah rongrongan paham transnasional dan cenderung radikal yang mengusik kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Bahwa NU sejak dulu, pada Mukatamar tahun 1936 di Banjarmasin sudah merumuskan konsep bernegara, yang memunculkan dua pertanyaan penting yaitu bagaimana hukum melawan penjajah dan bagaimana konsep bernegara itu sendiri, yang antara lain diperkenalkan konsep Darul Islam, Darul Harb, dan Darussalam atau Nation State,” jelas Helmy.
Helmy juga mengatakan, bahwa pendiri pun NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari sudah menegaskan lewat adagiumnya yang masyhur, Hubbul Wathon minal Iman.
“Membela Tanah Air adalah bagian dari iman. Atau dalam bahasanya Kiai Said, Nasionalisme adalah perintah agama,” tegasnya.
Kiai Said Aqil Siroj selaku Ketua Umum PBNU mengucapkan selamat kepada Helmy Faishal atas peluncuran bukunya.
“Selamat. Hari ini adalah hari bahagia untuk Mas Helmy,” kata kiai asal Cirebon itu.
Dalam sambutannya, Kiai Said menyebut bahwa sarungan adalah simbol orang cerdas dan orang berakhlak. Kaum sarungan adalah orang-orang yang tawasuth (moderat).
“Tawasuth merupakan prinsip yang dinamis. Sikap tawasuth membutuhkan kecerdasan. Imam Syafi’i, Imam Ghazali, Hasan Bashri, Hasratussyekh Hasyim Asy’ari, mereka tawasuth,” urai Pengasuh Pesantren Al-Tsaqofah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Kedua, lanjut Kiai Said, tasamuh, sikap yang dimiliki kaum sarungan.
“Toleran. Bukan hanya toleran, tapi berbuat baik membantu sesama manusia. Yang tidak boleh itu membantu orang kafir yang menyerang muslim. Kesimpulannya, orang sarungan itu orang yang cerdas dan berakhlak mulia karena tawasuth dan tasamuh,” pungkas kiai alumnus Univesitas Ummul Qura tersebut.
Usai sambutan Ketum PBNU, acara dilanjutkan dengan pembacaan salah satu esai yang termaktub dalam buku Nasionalisme Kaum Sarungan oleh Kendi Setiawan. Kemudian, diskusi buku, yang dimoderatori oleh Wakil Sekjen PBNU Masduki Baidlowi, dengan pemateri Greg Fealy dan Muhammad Bakir, selaku Redaktur Pelaksana Harian Kompas.
Acara yang menghadiahkan 50 buku Nasionalisme Kaum Sarungan secara gratis kepada para peserta itu dihadiri pula oleh Wakil Ketua PBNU Maksum Mahfoedz dan Ketua PBNU Robikin Emhas. [WN]