Buletin NusantaraMusyawarah Wilayah (Muswil) DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) se Indonesia hari ini menandai dilaksanakannya satu proses demokrasi internal yang di dalamnya bukan saja menyangkut suksesi kepemimpinan, tetapi lebih dari itu adalah konsolidasi lima tahunan yang menjadi kewajiban partai.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar atau Gus AMI menyatakan, Muswil adalah momentum untuk melaksanakan evaluasi kinerja, kapasitas kepemimpinan, prestasi, kekurangan dan juga kelebihan dalam lima tahun berjalannya patai.

“Muswil adalah momentum kita bisa melakukan titik awal baru dengan menjadikan background masa lalu lima tahun sebagai pijakan modal dan kekuatan langkah di masa yang akan datang. Muswil kali ini ditandai dengan evaluasi kinerja kepemimpinan, kepengurusan dan organisasi yang sudah dimulai dua bulan terakhir ini,” kata Gus AMI saat memberi sambutan sekaligus membuka Muswil DPW PKB se Indonesia secara virtual, Sabtu, 9 Januari 2021.

Wakil Ketua DPR RI ini mengaku sudah mendapatkan laporan dari tim evaluasi kinerja DPW PKB, baik yang datang ke lokasi di DPW-DPW, maupun yang terus melakukan monitoring perkembangan dan evaluasi DPW-DPW se Indonesia. Dia bersyukur sebagian besar hasil evaluasi kinerja tersebut menyenangkan dan membanggakan.

“Oleh karena itu selamat kepada yang sukses, awas hati-hati kepada yang belum sukses, kali ini sahabat-sahabat yang dievaluasi dalam forum Muswil,” tutur Gus AMI.

Gus AMI juga menyinggung masa sulit pandemi Covid-19 yang masih menghantui Indonesia saat ini. Menurut dia, sudah waktunya PKB mengonsolidir barisan, baik di eksekutif maupun di legislatif. Terutama dalam konteks menghadapi tantangan sulit pandemi yang berakibat pada krisis atau resesi ekonomi yang berujung pada PHK, pengangguran yang semakin banyak, dan ketidakmampuan UMKM maupun bisnis untuk tumbuh.

Antisipasi yang paling nyata dan terkait dengan PKB, lanjut Gus AMI, ada tiga hal. Pertama, resesi dan krisis ekonomi akan melahirkan masalah ekonomi dan sosial di tengah masyarakat. Banyak yang kehilangan penghasilan, banyak yang menjadi pengangguran baru, dan banyak yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga.

Kedua, akibat resesi dan krisis ekonomi ini kesenjangan sosial akan terjadi di mana-mana yang akan dihadapi secara langsung oleh masyarakat paling miskin. Mereka akan menjadi titik kesenjangan yang paling nyata.

“Ini berakibat pada antisipasi keadaan sosial di tengah kita. Keadaan sosial itu berarti membutuhkan penanganan dan kemampuan kita untuk ikut mengantisipasi masalah ini. Kesenjangan ini konotasi yang paling gampang adalah krisis sosial,” kata Gus AMI.

Ketiga, dampak resesi dan krisis ekonomi yang paling krusial adalah konflik horizontal. Menurut Gus AMI, keadaan ini sangat rentan terjadi dan harus diantisipasi oleh seluruh stakeholder PKB.

Gus AMI juga menyoroti kemungkinan dampak buruk dari resesi tersebut terhadap politik tanah air. Dia menyatakan, ada sejumlah tanda politik Indonesia turut mengalami krisis. Pertama, sistem politik tidak nyambung dengan keadaan masyarakat.

“Rutinitas politik, produk legislatif, dan kinerja eksekutif tidak menunjukkan tanda-tanda politik yang memiliki signifikansi ketersambungan langsung terhadap krisis social maupun dampak ekonomi yang terjadi,” kata dia.

Kedua, krisis politik yang berakibat pada hilangnya trust (kepercayaan) masyarakat kepada pejabat pemerintah, baik eksekutif maupun legislative. “Biasanya diawali ketidakpercayaan public kepada partai politik,” tutur dia.

“PKB jangan sampai tidak dipercaya publik akibat krisis ekonomi maupun krisis sosial. Inilah yang harus diwaspadai dan ditata betul agar PKB ketika menghadapi resesi ekonomi, krisis sosial maupun politik, PKB tetap bisa hadir dan menjadi garda terdepan mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat,” tukasnya.