BULETIN NUSANTARA, JAKARTA – Simposium Khazanah Pemikiran Santri dan Kajian Pesantren (MU’TAMAD) kembali diselenggarakan pada tahun 2021 sebagai supporting kegiatan Hari Santri Nasional (HSN) yang dilaksanakan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono mengungkapkan bahwa kegiatan MU’TAMAD merupakan re-branding Muktamar Pemikiran Santri Nusantara (MPSN) yang sudah dilaksanakan sejak Tahun 2018 di PP Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta.
Saat menyampaikan laporan kegiatan di ICE BSD – Serpong Tangerang, Rabu (13/10), Waryono menyatakan bahwa Direktorat PD Pontren tetap konsisten untuk menjalankan amanat sejumlah rekomendasi yang selalu muncul sejak MPSN masih berupa forum Halaqah Ulama Internasional.
Pertama, urgensi menetapkan standar dan mutu akademik Pesantren dengan tetap mempertahankan karakteristik dan kekhasan masing-masing Pesantren.
Kedua, penguatan Pesantren sebagai lembaga pendidikan kawah candradimuka yang tidak hanya berorientasi pada mencetak ulama yang dapat menjadi sumber rujukan otoritatif dalam menyelesaikan problematika keagamaan, akan tetapi juga menghasilkan para da’i yang membawa misi Islam rahmatan lil-‘alamin.
Dan ketiga, perlunya memperkuat penelitian berbasis Pesantren yang melahirkan gagasan keilmuan Pesantren yang segar dan terbaharukan.
Dalam konteks inilah, lanjut Waryono, nama MPSN berubah menjadi MU’TAMAD, yang secara filosofis berpijak pada pandangan ulama yang dijadikan rujukan otoritatif dalam keilmuan Islam maupun fatwa keagamaan.
Re-branding MPSN menjadi suatu event kegiatan yang lebih segar, berpijak pada khittah dan makna filosofis santri, menurut Waryono, juga mengambil refleksi pelaksanaan Hari Santri Nasional 2021 yang mengambil tema, “SANTRI SIAGA JIWA RAGA”, sebagai bentuk sikap santri Indonesia agar selalu siap siaga untuk menyerahkan jiwa raganya dalam membela tanah air, mempertahankan persatuan Indonesia, dan perdamaian dunia.
“Dalam frase Mu’tamad inilah kami rasa ruh dan semangat santri siaga jiwa raga terefleksikan. Meminjam pandangan yang dikemukakan K.H. Husein Muhammad, Kayfa Nataqaddam Duuna an Natakhallaa ‘anit-Turats; “Bagaimana agar Santri berfikir maju tanpa mengabaikan jejak dan tradisi Turats atau kitab kuning,” kami merasa perlu merumuskan tujuh diktum yang kemudian diterjemahkan ke dalam tujuh subtema Paper yang dibahas dalam masing-masing Pannel,” Pungkasnya.
Pandangan demikian juga dipertegas oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam saat mewakili Menteri Agama dalam menyampaikan keynote speech sekaligus membuka kegiatan. Muhammad Ali Ramdhani mengungkap, terjadi gerakan fundamentalisme agama yang mencerabut nilai-nilai Islam Rahmatan Lil Alamin harus segera direspons oleh Pesantren.
Menurutnya, paradigma inklusif dan narasi kebangsaan yang dimiliki Pesantren perlu diarusutamakan menjadi citra keislaman Indonesia yang berhaluan Sunni dengan narasi moderatnya serta menolak pandangan monolitik terhadap tafsir keagamaan.
MU’TAMAD sendiri dilaksanakan pada tiga hari, sejak Hari Rabu hingga Jumat (13 – 15 Oktober). Kegiatan ini dilaksanakan secara hibrid. Peserta kegiatan merupakan santri/mahasantri, alumnus hingga pegiat Pesantren yang berhasil lolos seleksi Call for Paper untuk memperebutkan 117 tiket dari total 673 naskah yang masuk sebagai Pannelis.
Tujuh tema yang diangkat dalam MU’TAMAD 2021 meliputi: Pesantren dan penguatan fungsi pendidikan; Pesantren dan penguatan fungsi dakwah; Pesantren dan fungsi pemberdayaan masyarakat; Perubahan Kultur Akademik dan Budaya Pesantren Pasca Pandemi COVID-19; Pesantren dan visi Indonesia Emas 2045; Pesantren, Ancaman Berdimensi Ideologi, dan Keamanan Nasional Indonesia dan Kemandirian Pesantren.
Kegiatan MU’TAMAD juga menghadirkan sejumlah narasumber pakar dalam forum Special Pannel, antara lain Bambang Setiawan (Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah), Prof. Dr. KH. Amal Fatullah Zarkasy (Praktisi Pesantren), KH. Hussein Muhammad (Fahmina Institut) KH. Abdul Ghaffar Rozien, M.Pd (Ketua RMI NU), KH. Ulil Absar Abdalla (Cendekiawan Islam), Nyai Hj. Badriyah Fayumi (PP Mahasina), Nyai Hj Masiah Amva (PP Kebon Jambu – Ciwaringin, Cirebon), serta forum bedah buku Fikih Tentara dan Fikih Polisi gk yang ditulis Khairuddin Habziz dan buku Hadis-hadis Akhir Zaman yang Disalahpahami, karya Ustadz Ahong. (hud)