Jakarta – Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) mendukung program penanganan kasus stunting (gangguan pertumbuhan fisik dan otak pada anak karena kurangnya asupan gizi dalam waktu lama) yang digalakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dukungan tersebut terwujud dalam program Kampus Siaga dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang bekerja sama dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Bidang GIZI (AIPGI). Program tersebut bertujuan menggerakkan perguruan tinggi sehingga mendorong mahasiswa dalam 8 aktivitas Kampus Merdeka yang dilakukan di luar kampus demi membantu penanganan stunting. Hal tersebut disampaikan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, Aris Junaidi pada Talkshow Perayaan Hari Gizi Nasional, Rabu (3/2).

“Melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, memberikan peluang bagi mahasiswa kesehatan untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan mengenai stunting. Mahasiswa selama satu semester dapat mendampingi kasus stunting namun harus dilakukan diseminasi dan pengarahan oleh dosen sebelum langsung terjun ke lapangan,” jelas Aris.

Awalnya, program Kampus Merdeka terkait hak belajar tiga semester di luar program studi memang tidak berlaku bagi program studi kesehatan. Namun, Aris menambahkan, seiring berkembangnya waktu sudah banyak _best practice_ yang sudah diimplementasikan oleh bidang kesehatan. Misalnya, dalam kegiatan Kampus Merdeka berupa proyek kemanusiaan dan program relawan menggerakkan puluhan ribu mahasiswa kesehatan dalam penanganan Covid-19. Menurut Aris, kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka saat ini lebih fleksibel bagi mahasiswa kesehatan, mengingat kondisi sekarang yang sedang terjadi.

Di samping itu, menurut Aris, pendidikan tinggi juga berperan memberikan rekomendasi dari hasil kajian atau penelitian dalam penanganan stunting. Tidak kalah penting, implementasi praktik penanganan percepatan penurunan stunting di tingkat wilayah dengan melakukan edukasi dan promosi kepada masyarakat melalui pendekatan keluarga oleh kerja sama perguruan tinggi dengan lembaga terkait merupakan kebijakan dari pendidikan tinggi.

Senada dengan Aris, Plt. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Kartini Rustandi, mengungkapkan adanya peran perguruan tinggi yang sangat penting dalam meyakinkan para pemimpin daerah bahwa stunting bukan hanya urusan kesehatan. Selain itu juga membantu memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai permasalahan gizi dan isu gizi, serta pengabdian masyarakat perguruan tinggi dapat membantu mendata mengenai kasus yang ada sehingga dapat menjadi data yang utuh, lengkap dan terpadu.

Ketua Forum Rektor Indonesia, Rektor IPB University, Arif Satria, mengatakan generasi muda harus mampu memberikan peran penting terutama di bidang gizi sehingga mampu membawa nama baik Indonesia dalam memperbaiki permasalahan gizi terutama dalam permasalahan anemia pada remaja dan stunting. Ini dapat dilakukan dengan mengedukasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai stunting, terutama kepada penduduk miskin.

Pada kesempatan yang sama, dilakukan peluncuran perangkat lunak bernama “Cek Status Gizi _Online_” untuk menilai status gizi secara _online_ sehingga dapat membantu mengurangi permasalahan gizi yang terjadi di Indonesia. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sekaligus Ketua Percepatan Penurunan Stunting, Hasto Wardoyo mengungkapkan bahwa adanya perangkat ini penting dalam melihat status kesehatan bagi masyarakat terutama yang ingin memiliki anak sehingga akan mendapat persetujuan dari BKKBN untuk melakukan pernikahan demi menghindari kasus stunting di Indonesia.

(YH/DZI/FH/DH/NH/FAN/DON/RAH)