Jakarta, Program kartu prakerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dihujani kritik oleh sejumlah pihak lantaran dinilai tak tepat sasaran. Program ini membutuhkan anggaran sebesar Rp 20 triliun, yang Rp 5,6 triliun di antaranya diperuntukkan bagi pelatihan daring.
Skema penyaluran bantuan dalam bentuk pelatihan berbasis daring untuk pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) ini dianggap salah kaprah di masa pandemi virus corona. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Aizzudin Abdurrahman yang akrab disapa Gus Aiz meminta program ini harus segera dihentikan untuk dikaji ulang.
“program kartu prakerja ini menjadi madhorot dan subhat ditangan orang-orang yang tidak tepat, mumpung belum terlalu jauh, harus dihentikan untuk di tata ulang lagi. Sangat mungkin disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Apalagi dikelola secara arogan dan _keminter_,” katanya kepada media melalui pesan singkatnya, Senin (20/4).
Secara teknis, Gus Aiz melanjutkan, apa yang dirancang dan digarap oleh tim kartu prakerja tidak beda dengan startup yang lain, unicorn, decacorn dan sejenisnya. Mengolah profile pengguna, memanfaatkan algortihm dan membuat role agent, antara penjual dan pembeli atau penyedia barang dan penyewa. Ini juga bisa menjadi contoh buruknya pendataan kependudukan di negara ini.
“Program ini penuh conflict interrest yang menelan biaya rakyat puluhan trilliun, dan hanya berputar disegelintir orang, sedangkan masyarakat Indonesia hanya dijadikan _user_, Penerima pra kerja di jadikan objek. Jika program ini diteruskan dan semakin tidak terkendali, kedepan dapat dipastikan, masyarakat Indonesia bekerja secara mekanik, yang di kontrol oleh mereka.
“Su’udzon saya, tim kartu prakerja ini hanya mengejar value dari bisnis teknologi saja, belum lagi ke depan akan disalah gunakan untuk kepentingan politik. Jadi masyarakat harus mengawasi secara cermat,” Cetus Cucu Pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, Aizzudin Abdurahman
“Ini sama halnya membayar orang untuk menjadi bodoh. Seharusnya ada upaya yang lebih beradab, kemanusian harus selalu hadir mengontrol kemajuan teknologi, bukan sebaliknya. Apalagi hanya dikendalikan oleh segelintir orang,” sambungnya
Pada situasi pendemi Covid-19 ini, kesulitan masyarakat semakin bertambah karena adanya segelintir oknum yang tidak memiliki tanggung jawab dan rasa kemanusiaan.
“Menghadapi beratnya situasi ditengah pendemi Covid-19 akan hanya semakin menjadi musibah karena ulah-ulah segelintir orang khususnya para pemimpin pengambil kebijakan yang tidak memiliki tanggung jawab atas rakyat dan kemanusiaan,” Tutupnya. (*)