Jakarta, Buletinnusantara.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar malam puncak acara Hari Lahir Nahdlatul Ulama (NU) ke-91 di gedung PBNU jalan Kramat Jaya No 164, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017)

Dalam acara Harlah PBNU ke-91 tahun 2017 mengambil tema ‘Budaya Sebagai Infrastruktur Penguatan Paham Keagamaan’. Sejumlah tokoh turut hadir dalam acara tersebut yakni Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Kapolri Jend.Pol. Tito Karnavian, Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo, Ketua DPR RI Setya Novanto, Plt Gubernur DKI Sumarsono, Ketua MPR Zulkifli Hasan serta sederet Menteri Kabinet Kerja antara lain Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Dalam Harlah PBNU tahun ini, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyampaikan pesannya untuk bersama membangun agama di atas infrastruktur budaya. Menurutnya, hal itu bisa membuat agama Islam menjadi semakin kuat. Dikarenakan penguatan paham keagamaan itu ciri khas Islam Nusantara, Islam yang membangun agama di atas infrastruktur budaya. Kalau budaya langgeng, Islamnya akan kuat.

“Penguatan paham keagamaan itu ciri khas Islam Nusantara, Islam yang membangun agama di atas infrastruktur budaya. Kalau budaya langgeng, Islamnya akan kuat,” ujar Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, Selasa (31/1/2017)

Selain itu, Kiai Said mengungkapkan posisi NU sejak dulu jauh sebelum Indonesia merdeka, NU menegaskan bahwa Indonesia adalah negara darussalam bukan darulislam.

Sebelum malam puncak Harlah NU, sempat dihelat beberapa kegiatan seperti pemutaran film pendek bertema santri, pameran keris dan pameran naskah kuno, pembacaan puisi oleh sastrawan D.Zawawi Imron.

Selain itu, sejumlah grup musik dan musisi turut meramaikan Harlah NU ini. Mereka seperti Wali Band, Noe Letto, dan Hadad Alwi.

Sedangkan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Nahdlatul Ulama (Lesbumi) PBNU Agus Sunyoto saat diacara mengatakan saat ini arus globalisasi telah mengakibatkan semakin derasnya upaya penghilangan identitas bangsa. Hal ini, menurutnya, harus diatasi dengan kembali menguatkan tradisi yang sudah lama ada.

Agus mengungkapkan saat ini banyak pemberian nama kebarat-baratan kepada anak-anak di desa. Hal ini, menurutnya, adalah salah satu bentuk pergeseran budaya dan tradisi yang terjadi akibat globalisasi.

“Nah, kita perlu program Islam Nusantara untuk menguatkan tradisi ke-NU-an serta melawan globalisasi dengan menghidupkan lagi nuansa itu. Dengan menguatkan tradisi budaya masyarakat termasuk NU ini sebagai warisan agama Islam”, ujarnya (atf)