Jakarta, buletinnusantara – Meskipun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy akan membatalkan rencana perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah (full day school) jika masyarakat keberatan. Namun, PBNU melalui Pengurus Pusat LP Maarif NU dan IPPNU dengan tegas menolak rencan tersebut. “Jadi, ada kata-kata jika, berarti kalau masyarakat tidak keberatan program itu akan dijalankan. Makanya Maarif dari pusat sampai daerah menolak keras rencana tersebut,” tegas Ketua PP LP Maarif NU Arifin Junaidi kepada pers di PBNU, Jakarta, Rabu (10/8).
Menurutnya, gagasan sekolah sehari penuh (full day school) banyak madlorotnya dibanding manfaatnya, meskipun ada manfaatnya akan tetapi jauh dari nilai-nilai pendidikan seutuhnya. Untuk itulah, full day school harus didahului dengan kajian yang matang dan utuh. Keragaman kondisi peserta didik, orang tua dan masyarakat sudah terfasilitasi dengan model pembelajaran yang beragam. “Kondisi pendidikan kitakan masih dibawah standar,makanya program FDS tidak akan efektif,” ujarnya
Dijelaskannya, bahwa kurikulum 2013 telah mengedepankan nilai-nilai karakter yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Mestinya, katanya, kurikulum inilah yang harus dikembangkan dalam penguatan karakter peserta didik. Bukan malah menambah jam belajar. Selain itu, kurikulum 2013 tidak menganut dikotomi antara ilmu dan akhlak. Semua bidang ilmu yang diajarkan dari pagi hingga jam pulang sekolah dengan bobot nilai agama yang dikedepankan dahulu. “Kalau ini didukung dan dimaksimalkan jauh lebih memberi nilai positif ketimbang FDS yang digagas Mendikbud,” ungkapnya
Tolakan program FDS juga disuarakan oleh Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Menurut Ketua Umum IPPNU Puti Hasni, kebijakan pendidikan yang bersifat nasional tidak bisa didasrkan pengalaman personal. Pengalaman kebijakan nasional tidak boleh parsial. Namun harus benar-benar kebutuhan nasional dan kebangsaan. “Implementasinya harus didahului kajian yang utuh,” ujarnya
Selain itu, penerapan program terebut akan mempengaruhi psikologi anak, karena masing-masing siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda, tidak semua siswa bisa disamaratakan. Anak-anak butuh berinteraksi dengan lingkungan, keluarga dan masyarakat. “Nah, dikuatirkan jikalau program ini diterapkan justru akan mempengaruhi proses pertumbuhan anak-anak,” ungkapnya
IPPNU berharap pemerintah lebih arif dan bijaksana, IPPNU mendukung kebijakan pemerintah yang mendorong proses belajar di sekolah yang menyenangkan. “IPPNU lebih mendukung gerakan “Ayo Mondok” karena manfaatnya jauh lebih besar,” pungkasnya