Jakarta, Buletinnusantara.com – Fenomena keagamaan mutakhir, menunjukkan gejala semakin mengerasnya kelompok muslim radikal. Kelompok-kelompok Islam yang melakukan aksi politik dengan simbol agama, mengabaikan tradisi-tradisi yang selama ini menjadi strategi dakwah.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj mengungkapkan betapa pergerakan ormas-ormas Islam yang menyingkirkan tradisi, melupakan sejarah panjang dakwah Islam di negeri ini. Hal ini, disampaikan Kiai Said, menjelang Peringatan Harlah Nahdlatul Ulama, di Kantor PBNU, Jakarta, pada Sabtu (28/01/2017). Peringatan Harlah NU akan diselenggarakan pada 30-31 Januari 2017.
“Mereka yang berdakwah dengan kekerasan dan memusuhi seni budaya, lupa dengan sejarah hadirnya Islam di bumi Nusantara. Dakwah Walisongo dengan cara damai, menggunakan rasa dan seni. Medianya berupa Wayang dan suluk-suluk yang menguatkan rasa,” ungkap Kiai Said.
Menurut Kiai Said, memahami cara dakwah Wali Songo, harus bertahap hingga komprehensif. “Dakwah para Wali itu merangkul, bukan memukul. Misalnya, mereka yang suka slametan diajak slametan dulu, yang kemudian diisi dengan ritual Islam, membaca ayat-ayat al-Qur’an dan shalawat. Wayang juga sama, ada pesan tentang syahadat dan ajaran Islam,” jelas Kiai Said.
Kiai Said berpesan, agar pendakwah Islam haruslah belajar dari Walisongo. “Strategi Wali Songo dan kiai-kiai pesantren berhasil mengislamkan orang kafir. Ini sudah terbukti. Bukan malah mengkafir-kafirkan orang,” terang Kiai Said.
Dalam uraiannya, Kiai Said menjelaskan tentang pentingnya fiqih, akhlak dan tasawuf sebagai rangkaian yang tidak bisa putus. Menurut Kiai Said, dengan memahami hukum Islam, teladan sikap Rasulullah dan puncak spiritualitas, maka Islam akan menjadi agama yang sejuk dan ramah, bukan agama yang mengerikan. (jun)