Oleh: Slamet Tuharie
Kata orang-orang yang sudah jenuh dengan COVID, _”satu-satunya cara untuk menghentikan COVID di Indonesia adalah dengan meniadakan segala tes SWAB dan PCR._” Hehehe…
Di satu sisi, ini sangat ngawur. Tapi di sisi yang lain ini cukup ‘logis.’ Kenapa?
Data membuktikan bahwa semakin banyak spesimen yang diperiksa, jumlah kasus COVID nya semakin banyak, meski tidak semua. Tapi hampir rata-rata bahwa temuan kasus COVID yang tinggi didasarkan atas uji spesimen yang semakin banyak.
Begitu pula dengan semakin sedikit jumlah spesimen yang diperiksa, kasus harian COVID semakin rendah.
Berikut ini datanya yang ada pada 14 – 20 Juli 2021 dengan _positivity rate_ nya antara 20,66 % – 23,18 %:
14 Juli: 240.724 spesimen (54.517 kasus/ 22,64 %)
15 Juli: 249.059 spesimen (56.757 kasus/ 22,78 %)
16 Juli: 258.532 spesimen (54.000 kasus/ 20,88 %)
17 Juli: 251.392 spesimen (51.925 kasus/ 20,66 %)
18 Juli: 192.918 spesimen (44.721 kasus/ 23,18 %)
19 Juli: 160.686 spesimen (34.257 kasus/ 21,31 %)
20 Juli: 179.275 spesimen (38.325 kasus/ 21,37 %)
Jika mengacu pada _positivity rate_ di atas artinya jika spesimen yang dites dalam satu hari ada 1.000.000 spesimen, bisa jadi kasus yang terdeteksi di angka 200.660 – 230.180 kasus.
Atau jika dalam satu hari spesimen yang diuji itu 500.000 spesimen, maka ada potensi kasus yang terdeteksi di angka 100.330 – 115.090 kasus.
Bagaimana jika yang dites 100.000 spesimen, tentu potensi kasus COVID akan berkurang diangka 20.660 – 23.180 kasus.
Apalagi kalau spesimen yang diuji hanya 50.000, kemungkinan kasus hariannya akan berada di angka 10.330 – 11.590 kasus. Dan begitu seterusnya.
Jika spesimen yang diambil atau diuji semakin sedikit, maka potensi temuan kasus COVID nya juga akan semakin sedikit.
Hanya saja, ini bukanlah cara untuk menghentikan COVID di Indonesia. Di permukaan bisa jadi ya kelihatan bagus, namun di lapangan bisa jadi jauh berbeda.
Tapi permainan angka-angka ini memang kadang penting untuk menjaga psikologi rakyat Indonesia.
Cuma, ya itu. Ini bukan cara yang baik sudara-sudara. Karena malah seperti api dalam sekam. Hehe.. yang terbaik tetaplah mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan biar COVID nya bener-bener hilang. Ya kan?