Di antara perkara yang dapat membatalkan puasa adalah muntah. Muntah yang membatalkan puasa adalah muntah yang dilakukan dengan sengaja atau biasa disebut dengan Al-Istiqa’ah.
Saat menjalankan ibadah puasa, ada banyak hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan keabsahan puasa maupun kualitasnya. Memelihara Keabsahan puasa adalah dengan menyempurnakan kewajiban dan menghindari larangan-larangan yang dapat membatalkan ibadah puasa.
Di antara perkara yang dapat membatalkan puasa adalah muntah. Muntah yang membatalkan puasa adalah muntah yang dilakukan dengan sengaja atau biasa disebut dengan Al-Istiqa’ah. Adapun muntah yang bersifat tidak sengaja tanpa kendali, maka tidak membatalkan puasa. Para ulama sepakat tentang tidak batalnya puasa akibat muntah yang tidak disengaja, baik muntah tersebut sedikit atau pun banyak. Atau bahkan muntah tersebut sampai memenuhi mulut sekalipun. Hal ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah sebagai berikut:
مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
Barangsiapa yang muntah, maka tidak wajib baginya untuk meng-qadha puasanya, namun bagi siapa yang muntah dengan sengaja, maka wajib baginya untuk mengqhadla’ puasanya. (HR Tirmidzi).
Lantas bagaimana jika muntahan yang tidak disengaja keluar tersebut tertelan kembali? Dalam masalah ini ada beberapa penjelasan berbeda dari para ulama. Para ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika muntahan itu tertelan kembali, maka puasanya batal secara mutlak. Baik tertelan secara disengaja atau tidak. Baik muntahan itu jumlahnya banyak ataupun sedikit.
Para ulama mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat muntahan yang tertelan kembali hanya dapat membatalkan puasa jika tertelan karena disengaja. Adapun jika tertelan karena tidak disengaja maka tidak mengapa. Akan tetapi sebagian ulama Hanafiyah seperti Abu Yusuf berpendapat batal meski tidak disengaja.
Adapun mengeluarkan muntahan atau sesuatu dari rongga tenggorokan secara sengaja menurut jumhur ulama (Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabillah) dapat membalkan puasa secara mutlak sekaligus wajib mengqadhanya. Sebagian ulama bahkan mewajibkan membayar kafarah. Akan tetapi sebagian ulama Hanafi seperti Abu Yusuf berpendapat muntah dengan sengaja tidak membatalkan puasa jika tidak banyak. Para ulama mazhab Hanafi juga mengkhususkan batalnya puasa akibat muntah dengan sengaja jika muntahan yang keluar berupa makanan, adapun jika muntahan yang keluar hanya berupa lendir maka hukumnya tidak batal.
Dengan demikian, muntah yang dapat membatalkan puasa adalah muntah yang terjadi secara disengaja. Menurut mayoritas ulama, termasuk mazhab Syafi’i yang banyak diikuti di Indonesia, batalnya puasa akibat muntah secara sengaja berlaku mutlak. Baik itu sedikit atau banyak. Baik muntah yang keluar itu berupa makanan atau hanya cairan lendir dan semacamnya. Ketentuan ini didasarkan pada pemahaman umum daripada hadis yang disebutkan di atas.
Sumber : https://harakah.id/bagaimana-muntah-yang-bisa-membatalkan-puasa-ini-penjelasan-para-ulama-fikih/