Jakarta, buletinnusantara – Sehari setelah perayaan 71 tahun HUT Kemerdekaan Indonesia, atau Kamis (18/8) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menggelar Peringatan Hari Konstitusi. Peringatan Hari Konstitusi tahun 2016, itu berlangsung di Gedung Nusantara IV Kompleks MPR DPR dan DPD RI. Acara tersebut dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla dan para kepala lembaga-lembaga negara, serta anggota MPR RI.

Peringatan hari Konstitusi tahun 2016 terasa meriah karena berbarengan dengan pelaksanaan Grand Final Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR RI. Bahkan panggung bagi pelaksanaan lomba LCC, menjadi latar belakang Peringatan Hari Konstitusi. Pada peringatan tersebut juga ditampilkan tari berburu. Sebuah tarian kreasi baru dari papua, yang dibawakan siswa-siswi asal Papua yang juga peserta final LCC.

Dalam sambutannya, ketua MPR RI Zulkifli Hasan, menyampaikan ucapan selamat atas peringatan 71 tahun kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SWT, kata Zulkifli, merupakan anugerah yang harus disyukuri. Selain itu kemerdekaan juga harus dimaknai dengan cara bekerja lebih keras dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

“Dengan kemerdekaan, Indonesia memiliki kedaulatan. Dengan kedaulatan, Indonesia dapat mewujudkan keadilan. Dengan berlaku adil Indonesia dapat menyejahterakan masyarakat. Karena itu, 71 tahun kemerdekaan ini harus menjadi momentum untuk reflektif sekaligus proyektif, perjalanan bangsa mewujudkan cita-citanya. Yakni masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila”, kata Zulkifli menambahkan.

Tanggal 18 Agustus kata Zulkifli telah ditetapkan oleh Presiden sebagai Hari Konstitusi Indonesia. Pada Hari itu 71 tahun yang lalu, 27 anggota dan pimpinan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang. Dimulai pukul 10.00, dan berakhir pukul 14.42. Meskipun singkat waktunya, namun hasilnya sangat memuaskan.

“Hari itu PPKI mengesahkan Pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta sejumlah keputusan lainnya. Kita patut mencontoh efisiensi, keluasan hati, dan kedalaman pemikiran para pendiri bangsa”, kata Zulkifli menambahkan.

Kelahiran UUD 1945 kata Ketua MPR, merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia, sekaligus karya puncak para pendiri bangsa. Meskipun Bung Karno selaku Ketua PPKI, mengatakan bahwa konstitusi yang mereka susun hanyalah konstitusi sementara, bahkan disebutnya sebagai undang-undang dasar kilat. Namun, sejarah mencatat UUD 1945, yang sempat diamendemen di masa reformasi, adalah benar-benar buku suci bagi bangsa Indonesia.

Lahirnya UUD 1945 merupakan satu tarikan napas dengan proklamasi. Bahkan rancangan Pembukaan UUD 1945 akan dijadikan sebagai naskah proklamasi. Namun karena peristiwa Rengasdengklok, rancangan itu tak dibawa sehingga disusun naskah proklamasi yang baru.
Peringatan Hari Konstitusi, menurut Zulkifli dipandang sangat penting dan strategis. Terutama ditengah dinamika, yang semakin luas dan kompleks, salah satunya arus deras demokratisasi. Meski begitu, demokrasi modern yang ingin di wujudkan, haruslah berakar pada penegakan kedaulatan rakyat, tidak menanggalkan nilai ke-Indonesia-an sebagai bangsa yang memiliki jati diri.

Konstitusi kata Zulkifli, adalah konsensus seluruh warga negara mengenai bangunan negara yang diidealkan. Karena itu, konstitusi harus memuat hasil perjuangan politik di masa lampau, dan merangkum konsensus tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan di masa yang akan datang.

Konstitusi juga merupakan produk politik, resultante dari berbagai kepentingan masyarakat dan daerah, yang secara alamiah terus berkembang sesuai dinamika dan kebutuhan masyarakatnya. Oleh karena itu sebagai konstitusi yang hidup harus menyesuaikan dengan tuntutan zaman.

Bangsa Indonesia menurut Zulkifli telah mengukuhkan UUD NRI Tahun 1945 sebagai buku suci. Namun, masih banyak anomaly yang ditemukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Buktinya, banyak kepentingan indvidu, kelompok dan golongan yang berada di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Sumberdaya alam tidak sepenuhnya dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Jika demikian halnya, kata Bung Karno, “ kita akan jadi kuli di negeri orang dan jadi kuli di negeri sendiri”, kata Zulkifli lagi.

Amandemen Adalah Keniscayaan
Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam amanatnya mengatakan, UUD NRI Tahun 1945 adalah konstitusi tertinggi. Ia mampu memenuhi semua kebutuhan kehidupan bangsa Indonesia yang sangat dinamis. Terbukti, hingga kini keberadaannya tidak tergantikan oleh peraturan yang lain.

Sebelum sampai pada saat sekarang, UUD NRI Tahun 1945 telah melewati perjalanan panjang. Sejak disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 sempat diganti dengan UU RIS, lalu diganti kembali dengan UUD sementara. Baru setelah itu melalui Dekrit Presiden kembali lagi ke UUD 1945.

Kembalinya UUD NRI 1945, menjadi konstitusi tertinggi, kata Wapres menjadi bukti bahwa UUD ini merupakan konstitusi yang paling sesuai bagi Indonesia. Ini juga menjadi bukti bahwa peraturan lain yang sempat mengantikan UUD tak mampu bertahan lama, hingga akhirnya kembali ke UUD 1945.

“Para pendiri bangsa kita bukan hanya perintis kemerdekaan saja. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang memiliki pengalaman dan pemikiran matang terkait sistem ketatanegaraan. Karena itu tidak salah jika konstitusi yang dihasilkannya pun adalah konstituti yang sangat dinamis seperti, bangsa Indonesia yang juga sangat dinamis”, kata Kalla menambahkan.

Karena itu menurut Jusuf Kalla, sangatlah tepat, kalau pemerintah menetapkan tanggal 18 Agustus sebagai hari konstitusi. Selain untuk menghargai jasa para pahlawan, bangsa Indonesia juga bisa berterimakasih pada para pahlawannya.

Meski begitu kata Wapres, UUD 1945, bukan sesuatu yang tidak bisa diubah. Bahkan untuk menyesuaikan dengan kekinian, perubahan terhadap UUD merupakan keniscayaan. Bahkan perubahan terhadap UUD merupakan amanat dari pasal 37 seperti yang terdapat dalam UUD sendiri, yaitu pasal tentang terubahan UUD 1945.

“Karena itu kalau sekarang muncul wacana soal amandeman UUD dan kembalinya Haluan Negara, itu sesuatu yang wajar dan biasa saja, sebagai salah satu iktiyar untuk membuat konstitusi kita sesuai dengan kebutuhan dan zamannya”, kata Wapres lagi.

SMA Al Azhar
Usai peringatan Hari Konstitusi, tiga sekolah yang masuk babak Final Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR tingkat nasional langsung masuk gelanggang. Ketiga sekolah tersebut adalah, SMA Al Azhar Palu, SMAN 1 Longkali, Kalimantan Timur, dan SMAN 3 Pontianak, Kalimantan Barat. Setelah berjuang babak demi babak, SMA Al Azhar Kota Palu, Sulawesi Tengah berhasil menjadi Juara I. SMA Al Azhar berhasil meraih nilai tertinggi, 222. Sedang Juara II dalam lomba itu adalah SMAN 1 Longkali, Kalimantan Timur, dan Juara III adalah SMAN 3 Pontianak, Kalimantan Barat.

Kemenangan SMA Al Azhar diraih dalam babak terakhir grand final, yang mempertandingkan satu lawan satu. Dalam babak ini, SMA Al Azhar yang mempunyai nilai 212, mampu menjawab sebuah pertanyaan dengan sempurna sehingga dapat meraih nilai 10. Nilai 10 yang diperoleh mampu mendongkrak nilai menjadi 222. Nilai itu membuat SMA Al Azhar menyalip SMA Longkali yang sudah mempunyai nilai 220. Nilai ini bertahan hingga lomba selesai

Mengomentari keberhasilan anak didiknya, Guru SMA Al Azhar, Shofia Alanur sambil menangis menuturkan, “Allhamdulillah luar biasa.” Menurutnya kemenangan tersebut bukan hanya didasarkan kalah menang namun cara bertahan dalam keadaan apapun. “Anak didik kami bisa kuat mental dalam keadaan apapun,” ujarnya.

Diungkapkan persiapaan yang dilakukan selama mengikuti lomba cerdas cermat ini adalah dengan memaksimalkan pelatihan selama satu bulan. “Tidak mengikuti pelajaran apapun, tidak hanya materi lomba namun juga persiapan lainnya,” ungkapnya. Kemenangan itu, kata Shofia akan dibagikan kepada siswa-siswa lain di Sulawesi Tengah.

Mengomentari berlangsungnya grand final LCC, Sesjen MPR Maruf Cahyono, mengatakan lomba cerdas cermat ini berlangsung sangat luar biasa. “Mudah-mudahan dengan pemahaman dan pengetahuannya bisa menjadi kesadaran dalam bersikap, bertingkah laku, yang bisa bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara,” ujar Maruf Cahyono.