Jakarta, PI – Waktu pelaksanaan hukuman mati tahap ketiga semakin dekat. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum mengatakan, saat ini sudah masuk persiapan terakhir untuk eksekusi mati di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah.
“Izin besuk sudah dilarang. Ini dalam rangka persiapan. Jadi ini sudah memasuki persiapan akhir,” kata Rum di Kantor Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (26/7/2016).
Kejaksaan Agung telah mengirimkan notifikasi ke sejumlah kedutaan besar di Indonesia terkait pelaksanaan eksekusi mati. Kejaksaan belum merilis nama-nama terpidana mati yang akan menjalani hukuman.
Salah seorang terpidana mati yang Kejaksaan Agung ingin dieksekusi pada tahap tiga ini adalah Freddy Budiman. Pada 20 Juli, Mahkamah Agung menolak proses hukum peninjauan kembali yang diajukan pemilik 1,4 juta ekstasi dan pemilik pabrik narkoba di penjara itu.
Agung M Rum mengatakan, saat ini Kejaksaan Agung berusaha mendapatkan salinan putusan MA yang menolak PK Freddy. Kepentingan Kejaksaan Agung mengantongi surat putusan MA agar eksekusi mati Freddy tidak bermasalah secara hukum.
“Freddy Budiman salah satu yang kami persiapkan (untuk dieksekusi),” ujar Rum.
Freddy ditangkap pada 2012 karena memiliki 1.412.476 butir pil ekstasi. Lalu, pada Juni 2013 atau saat proses persidangan kasusnya, Freddy membangun pabrik ekstasi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang. Akibatnya, pada 30 Juli 2013, Freddy dipindahkan ke Nusakambangan, Cilacap.
Pelaksanaan eksekusi mati selalu memunculkan pro dan kontra. Meski banyak yang menentang, pemerintah Indonesia tegas bahwa putusan hukum termasuk vonis mati mesti dilaksanakan.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan, eksekusi mati kepada terpidana kasus narkoba sebagai bentuk keseriusan Indonesia perang melawan narkoba. Prasetyo yakin hukuman mati menimbulkan efek jera kepada jaringan narkoba.
Presiden Joko Widodo, saat pidato dalam rangka memperingati HariAnti-Narkoba 2016, mengatakan jumlah pengguna narkoba di Indonesia terus meningkat.
Pada 2015 diperkirakan angka prevalensi penggunaan narkoba mencapai 5,1 juta orang dan angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba, setiap hari 40 sampai 50 orang generasi muda.
Kerugian material diperkirakan kurang lebih Rp63 triliun, yang menyangkut kerugian akibat belanja narkoba, kerugian akibat biaya pengobatan, kerugian akibat barang-barang yang dicuri, dan kerugian akibat biaya rehabilitasi dan biaya-biaya lainnya.
Semakin mengkhawatirkan, karena kejahatan luar biasa ini merengkuh berbagai lapisan masyarakat. Presiden mendapat laporan dari Kepala BNN Komjen Budi Waseso bahwa siswa taman kanak-kanak dan sekolah dasar ada yang terkena narkoba. Penyebaran narkoba tidak hanya di kota besar, tetapi juga di desa.