Jakarta, Buletinnusantara – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menyatakan bahwa pihaknya telah mengalokasikan dana untuk penanganan Covid-19 sebesar USD 46,6 miliar, termasuk stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha sejumlah USD 17,2 miliar. Setara Rp 893,2 miliar jika 1 dolar AS di kurskan Rp 14.000.
“Stimulus ekonomi dimaksudkan agar pelaku usaha tetap terus melanjutkan kegiatan usaha sehingga dapat menghindari adanya PHK terhadap para pekerjanya,” kata Menaker Ida pada pertemuan International Labour Organization (ILO) untuk Kawasan Asia dan Pasifik secara virtual di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Pada kesempatan itu, Ida Fauziyah memaparkan beberapa kebijakannya.
Pertama langkah-langkah mitigasi dampak pamdemi Covid-19 di sektor ketenagakerjaan berupa kebijakan tanggap (rapid policy responses). Kebijakan tersebut bertujuan membangun kembali kondisi positif dan fokus pada pasar tenaga kerja dan institusi pasar kerja.
Kebijakan kedua, menyediakan program berupa insentif pajak penghasilan, relaksasi pembayaran pinjaman/kredit, dan dalam waktu dekat akan dikeluarkan kebijakan relaksasi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan untuk meringankan sekitar 56 juta pekerja sektor formal.
“Ketiga, menyediakan jaring pengaman sosial bagi pekerja sektor informal. Pemerintah memberikan bantuan sosial kepada 70,5 juta pekerja sektor informal yang termasuk dalam kategori miskin dan rentan,” ujarnya.
Keempat, memprioritaskan pemberian insentif pelatihan melalui program kartu pra-kerja bagi pekerja yang ter-PHK. Pemerintah telah memberikan insentif pelatihan dengan target tahun ini sebanyak 3,5-5,6 juta penerima manfaat dan hingga saat ini telah terealisasi lebih dari 680 ribu penerima manfaat didominasi oleh pekerja ter-PHK.
“Mengingat pandemi, seluruh pelatihan dilakukan dengan metoda online. Dalam jangka waktu dekat akan diselenggarakan pelatihan keterampilan vokasi dengan metode blended (online dan offline) menyesuaikan kondisi penyebaran Covid-19 di suatu wilayah,” kata Menaker Ida.
Kebijakan kelima yakni memperbanyak program perluasan kesempatan kerja seperti padat karya tunai, padat karya produktif, terapan Teknologi Tepat Guna (TTG), Tenaga Kerja Mandiri (TKM), dan kewirausahaan, yang dimaksudkan untuk penyerapan tenaga kerja.
“Selanjutnya perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia, baik yang sudah kembali ke Indonesia maupun yang masih berada di luar negeri,” ujar Menaker Ida.
Sedangkan langkah ketujuh, kata Menaker Ida, yakni menyediakan panduan/pedoman yang ditujukan bagi perusahaan dan pekerja. Utamanya menyangkut pelindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha, serta perlindungan pekerja pada kasus penyakit akibat kerja karena COVID-19. Selain itu, pekerja yang terkena wabah COVID-19 wajib di-cover Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); pedoman penyusunan perencanaan keberlangsungan usaha dalam menghadapi COVID-19; dan kesiapsiagaan dalam menghadapi penyebaran Covid-19 di tempat kerja.
*Sistem Perlindungan Sosial*
Menaker Ida menyatakan bahwa sistem perlindungan sosial menjadi salah satu faktor kunci untuk ketahanan sosial dan ekonomi suatu negara.
“Berdasarkan pengalaman selama ini, kami berpandangan bahwa jaring pengaman sosial sangat diperlukan dalam rangka mendukung perekonomian yang stabil dan memberikan dukungan kepada pelaku usaha/industri serta melindungi pekerjaan,” katanya.
Menurutnya, pemerintah Indonesia telah memberikan penambahan anggaran untuk program terkait jaring pengaman sosial terhadap dampak Covid-19. Program tersebut ditujukan bagi masyarakat yang terdampak, antara lain kepada pekerja ter-PHK, pekerja yang dirumahkan namun tidak dibayar upahnya, atau tidak menerima upah penuh, dan pekerja sektor informal yang membutuhkan dukungan financial.
Lebih lanjut ia menyatakan, Pemerintah Indonesia telah menyusun reformasi perlindungan sosial Indonesia, yang meliputi mitigasi dampak Covid-19, yang mencakup perluasan bantuan sosial, dan relaksasi iuran jaminan social dan pemulihan awal paska pandemi, yang mencakup stimulan ekonomi penduduk rentan, rancangan program jaminan sosial baru, dan perbaikan mekanisme menyeluruh, yang mencakup pengembangan konsep perlindungan sosial adaptif, dan transformasi digital bantuan sosial.
“Pemerintah juga melakukan penguatan integrasi dan graduasi penyaluran bantuan social dan akselerasi penurunan kemiskinan, yang mencakup akurasi sasaran bantuan sosial dengan registrasi sosial, dan pendanaan berkesinambungan,” ucapnya.
Namun menurutnya, reformasi perlindungan sosial harus diiringi dengan beberapa persyaratan utama. Pertama, transformasi data menuju registrasi sosial, yang membutuhkan akurasi data dan sistem pendataan yang terintegrasi. Kedua, Pengembangan skema perlindungan sosial adaptif, yang responsif terhadap situasi krisis akibat bencana maupun konflik sosial ekonomi.
“Ketiga, digitalisasi penyaluran, dengan menggunakan platform pembayaran perbankan dan fintech. Keempat, reformasi skema pembiayaan yang inovatif, ekspansif, dan berkesinambungan,” katanya.
Kelima, pengembangan mekanisme distribusi secara digital dan menjangkau semua wilayah. Keenam, integrasi dan koordinasi bantuan sosial dan jaminan sosial, dengan sistem satu data.
Ia mengatakan bahwa untuk mewujudkan reformasi perlindungan sosial tersebut, Pemerintah Indonesia akan terus memastikan keterlibatan mitra sosial dan pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat sistem perlindungan sosial universal yang dapat bereaksi lebih cepat dan efektif dalam situasi krisis. Perluasan perlindungan sosial harus dapat memberikan akses yang lebih luas untuk semua masyarakat.
“Dalam hal sektor ketenagakerjaan, semua pekerja harus dipastikan sebagai penerima manfaat, terutama pekerja yang termasuk kelompok rentan secara finansial, seperti pekerja migran, orang tua tunggal, orang muda, keluarga berpenghasilan rendah dan lansia,” terangnya.