Buletinnusantara- Jakarta, Badan Intelijen Negara (BIN) mengatakan bahwa 85% millenial rentan terpapar radikalisme, dan media sosial isinyalir telah menjadi inkubator radikalisme khususnya bagi generasi muda.
BNPT juga memiliki rilis yang serupa dengan mengatakan bahwa millenial rawan terjerumus radikalisme dan sebagian terjerumus, dan terlibat dalam gerakan keagamaan ekstrem.
Kemajuan teknologi dimasa kini didukung dengan banyaknya platform sosial media & games menjadi faktor pendukung dalam mengalihkan fokus generasi muda untuk peduli terhadap nasib bangsa.
Indonesia sebagai negara pengguna internet terbesar ketiga di Asia berdasarkan data Internetworldstats memiliki pengguna internet sebanyak 212,35 (dua ratus dua belas koma tiga puluh lima) juta jiwa pada Maret 2021.
Sebelumnya berdasarkan hasil laporan Hootsuite dan We Are Social, pengguna internet Indonesia mencapai 202,6 (dua ratus dua koma enam) juta pada Januari 2021.
Sosial media dianggap menjadi salah satu tempat yang paling efektif dalam menyebarkan doktrin provokasi generasi muda untuk berlaku acuh terhadap negeri dan kemudian menjadikan generasi muda untuk meninggalkan kebudayaannya yang arif.
“Pada hari ini kita dihadapkan oleh banyaknya pendakwah baru yang sangat mudah menyalahkan amaliah orang lain malah bisa sampai ada yang meng-kafirkan karena berbeda pendapat.” Ujar Ketua Umum HMN dalam komunikasi via Chat WA kepada wartawan.
“Jika perilakunya berubah sudah mulai menutup diri, sudah berubah menjadi takfiri yang mudah mengkafirkan, harus segera kita kontrol karena doktrin takfiri ini sangat berbahaya apabila dibiarkan dan Nabi sendiri menganggap orang seperti itu sudah keluar dari Islam.” Ucap KH. Taufik Damas dalam video Podcast HMN.
“Seharusnya jika kita belajar Islam dengan baik dan benar sesungguhnya menyalahkan orang lain bahkan sampai menuduh orang lain kafir itu tidak mudah. Karena untuk bisa menuduh itu kita harus memiliki perangkat ilmu yang baik dan benar dan itu tidak gampang. dan jika ada kelompok yang dengan mudah menuduh itu wajib di curigai.” Sambungnya.
“Hidup adalah perjalanan menuju pengadilan. Di tengah jalan, ada saja orang yang mencoba menjadi hakim untuk orang lain.” KH. Taufik Damas sebagai penutup.