Yogyakarta, Buletinnusantara – Ketika itu di tengah suasana pelantikan pengurus baru PBNU 2015-2010, salah satu sesepuh NU, KH Abdul Muchit Muzadi wafat. Duka yang sangat mendalam, sekaligus cambuk bagi generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan Mbah Muchit yang selalu setia berjuang bersama NU dan Indonesia.

“Kita sangat kehilangan sosok panutan seperti Mbah Muchit,” lirih HM Lutfi Hamid, MAg, Pimpinan Umum Majalah Bangkit PWNU DI Yogyakarta, Jumat (16/10).

Lutfi menambahkan, Mbah Muchit sepanjang hayatnya tak pernah berhenti untuk memikirkan NU dan Indonesia. Ia tak takut apapun kalau itu untuk kepentingan NU dan Indonesia. Bahkan kepentingan diri sendiri dan keluarga sering dinomorduakan. Ia jalani itu dengan bahagia, tanpa mengeluh. Ketika usianya sudah lanjut, dan sering didera penyakit, Mbah Muchit malah berkelakar, “Saya ini tidak sakit, saya ini sudah tua.”

“Majalah Bangkit Edisi Oktober 2015 ini hadir dengan semangat yang diwariskan Mbah Muchit. cintanya terhadap NU ia gunakan sebagai wasilah untuk menjaga Indonesia,” tegasnya.

Semangat hidup inilah, lanjutnya, yang mesti menjadi ruh generasi NU dan bangsa ini. Gagasan Islam Nusantara membutuhkan generasi yang siap berjuang sepenuh jiwa raga seperti Mbah Muchit. Inilah yang mesti dilahirkan generasi yang meneguhkan Islam Nusantara untuk Indonesia dan dunia.

“Bangkit akan terus mengawal Islam Nusantara. Agar tema itu tidak hanya dibicarakan sesaat, tetapi meresap dalam sanubari Nahdliyyin. Peran semua elemen bangsa mesti dikelola dengan sistematis, sehingga gagasan Islam Nusantara bisa memberi manfaat untuk masa depan,” tegas Kakanwil Kemenag Sleman tersebut.

Sumber : Nuonline