Padang Panjang, Buletinnusantara – Mantan Narapidana Terorisme (Napiter), Sofyan Tsauri, mengakui saat ini provokasi kebencian tersebar luas di mana-mana. Dia meminta masyarakat waspada jika menerima pesan berantai, khususnya di media sosial yang belum terkonfirmasi kebenarannya.
“Jangan terpancing apabila menerima pesan berantai. Waspada jika menerima (pesan berantai), terlebih yang belum jelas (kebenarannya),” kata Sofyan di hadapan puluhan aparatur kelurahan dan desa di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Rabu (19/8/2020).
80 orang aparatur kelurahan dan desa yang terdiri dari kepala desa/lurah, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa, serta staf Humas dan awak media massa pers, dihadirkan sebagai peserta oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Barat di kegiatan ‘Ngobrol Coi: Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia’, sebuah diskusi yang membahas penyalahgunaan media sosial untuk penyebarluasan ideologi radikal terorisme.
“BNPT dan FKPT banyak membagikan video edukasi kisah mantan pelaku dan korban terorisme. Di tengah situasi di mana provokasi kebencian ada di mana-mana, kita bisa mencermati video itu sebagai pelajaran,” pesan Sofyan.
Pria yang terlibat terorisme pada kasus pelatihan militer di bukit Jalin, Aceh, tersebut juga menyampaikan, masyarakat diminta mewaspadai upaya pembenturan ajaran agama tertentu dengan terorisme. Hingga akhirnya menemukan titik pertobatan, dia meyakini Islam sebagai agama yang dianutnya sama sekali tidak mengajarkan kekerasan sebagaimana dijadikan alasan oleh jaringan pelaku terorisme.
“Sebaliknya sekarang saya banyak mengajak mantan pelaku lain untuk tidak melakukan kekerasan (lagi), dan menebar bibit perdamaian,” ungkap Sofyan.
Sementara praktisi komunikasi dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengungkapkan besarnya arus peredaran berita bohong, ujaran kebencian, dan informasi negatif mengakibatkan mudahnya masyarakat terpapar ideologi radikal terorisme. Karena itu dia meminta masyarakat berhati-hati dalam memanfaatkan media sosial.
“Internet memang memudahkan kita dengan kemudahan akses informasi selama 24 jam. Tapi internet juga menjadi kunci informasi dan propaganda, sehingga kita harus berhati-hati dalam memanfaatkannya,” kata Devie.
Devie juga mendorong aparatur kelurahan dan desa dapat memotori kolaborasi antara masyarakat dengan pemerintah untuk tercapainya tujuan pencegahan penyebarluasan ideologi radikal terorisme. [shk/shk]