Pontianak, FKPT Center – BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Barat, Rabu (26/8/2020), menggelar kegiatan dialog “Ngopi Coi: Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia” di Pontianak. Kegiatan yang menghadirkan aparatur kelurahan dan desa sebagai peserta tersebut bertujuan meningkatkan kemampuan literasi masyarakat di tengah disrupsi informasi.
Sekretaris FKPT Kalimantan Barat, Alexander Rombonang, pada sambutan pembukaan kegiatan menyebut saat ini masyarakat tengah dibanjiri informasi atau disrupsi. Ironisnya, kondisi tersebut sulit dikontrol oleh pemerintah yang mengakibatkan setiap orang atau pihak semakin berlomba-lomba menyajikan informasi secara cepat tanpa memikirkan dampaknya.
“Sebagai dampaknya, masyarakat saat ini tidak hanya mendapatkan suplai informasi, akan tetapi juga menduplikasi budaya dan gaya hidup yang disajikan lewat informasi,” kata Alexander.
Ditambahkan oleh Alexander, yang harus diantisipasi adalah adanya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan disrupsi untuk menyebarkan informasi bermuatan kebencian dan berita bohong, sehingga dapat mengakibatkan budaya dan gaya hidup yang tidak baik di masyarakat.
“Maka dari itu literasi harus ditingkatkan di masyarakat. Kegiatan ini merupakan bagian dari itu, bagaimana agar masyarakat dapat memahami setiap informasi yang diterima dan dikonsumsinya, sehingga dapat terhindar dari ideologi yang tidak positif,” jelas Alexander.
Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Andi Intang Dulung, pada kesempatan yang sama mengatakan, disrupsi informasi merupakan hal yang tak dapat dihindarkan sebagai akibat dari kemajuan teknologi, di mana kepemilikan gawai bisa terjadi dengan mudah dan luas oleh masyarakat. Kemajuan teknologi tersebut, lanjutnya, memang memiliki dampak positif dan negatif.
“Sehingga dibutuhkan kedewasaan kita dalam menyikapinya, sehingga mampu dengan baik menyaring setiap informasi yang akan kita sharing,” ungkap Andi Intang.
Dikatakan oleh Andi Intang, disrupsi informasi juga terjadi sebagai dampak dari masifnya penggunaan media sosial. Ironisnya, saat ini ditemukan indikasi penyalahgunaan media sosial untuk menyebarluaskan informasi bohon dan ujaran kebencian, sehingga memicu intoleransi dan radikalisme beragama di masyarakat. “Dan radikalisme itulah yang menjadi pemicu terorisme. Sehingga mencegah terjadi terorisme harus pula dilakukan dengan mencegah radikalisme, mencegah tersebarluaskannya informasi bohong dan ujaran kebencian,” jelasnya.
Lewat dialog yang diinisiasi bersama FKPT ini, masih kata Andi Intang, BNPT berharap aparatur kelurahan dapat menjadi motor penggerak literasi di masyarakat, sehingga dapat berkontribusi pada pencegahan radikalisme dan terorisme.
“Mencegah radikalisme dan terorisme memang tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah dan aparatur keamanan semata. Diperlukan sinergi dengan masyarakat, dan para aparatur kelurahan bisa menjadi penggerak di garda terdepan,” pungkas Andi Intang.
(Aris P.J/SHK)