Jakarta, buletinnusantara – Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia menanyakan soal pemotongan dana desa sebesar 2,8 trilyun dan pembinaan program desa sehingga dana desa bisa terkelola dengan baik, pada rapat kerja dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi di ruang rapat Komite I, Senayan, Jakarta, Selasa (13/9).
Wakil Ketua Komite I Fachrul Razi mengatakan bahwa selama ini dana desa 90% dipakai untuk pembangunan fisik, sehingga tidak banyak mendongkrak kemajuan ekonomi desa serta akan tumpang tindih dengan program pembangunan fisik daerah. “Kalau banyak dananya untuk microfinancing dan one village one product, maka akan lebih membantu ekonomi masyarakatnya dan pejabatnya juga akan lebih kreatif memikirkan pembangunan nonfisik,” ujar senator dari Aceh tersebut.
Anggota DPD RI dari Kalimantan Tengah, Muhammad Mawardi juga mengingatkan soal pemotongan dana transfer dari pusat yang akan berimbas pada Alokasi Dana Daerah (ADD). “Pak Menteri harus mengawasi pelaksanaan UU Desa yaitu 10% dari APBD untuk ADD, jika ada pemotongan DAU, maka akan ada efeknya bagi ADD, harus ketat pengawasannya”, tegas Mawardi.
Menteri Desa PDTT, Eko Putro Sandjojo mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo memintanya mengkaji ulang program dana desa untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. “Kalau dana desa digunakan untuk pembangunan fisik maka tidak akan ada habisnya, maka kami butuh masukan dari DPD untuk pemberdayaan ekonomi desa mengingat banyaknya desa”.
Sementara mengenai pemotongan dana desa sebesar Rp 2,8 trilyun, Eko mengatakan belum pasti, tergantung dananya terpakai atau tidak. “Kita berusaha agar bisa terserap”, kata Eko.

 

 

(Aris)