Buletinnusantara – Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Provinsi Jawa Barat, Fachrurizal, menolak keras UU Cipta Kerja yang ditetapkan oleh DPR RI pada Senin (5/10).
“Pertama, karena ada banyak pasal dalam UU Cipta Kerja yang merugikan dan cenderung mengancam orang-orang tua kita di dunia pendidikan, buruh pabrik, petani, sampai mengancam lingkungan hidup kita kedepan,” jelasnya.
Menurut pria yang akrab disapa Fras ini, UU Cipta Kerja memiliki sejumlah pasal bermasalah, seperti Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) izin pendidikan melalui perizinan berusaha. Paragraf 5 Energi dan Sumber Daya Mineral pasal 39 ayat (1) tentang Pengenaan Royalti 0% (nol persen).
“Termasuk Pasal 64 yang merevisi UU No 18 Tahun 2012 yang memberi karpet merah kepada komoditas import, juga Pasal 88 yang berpotensi negatif terhadap penindakan korporat nakal,” jelas Fras.
Mengenai terbitnya Surat Gubernur yang menyampaikan penolakan serikat pekerja terhadap UU Cipta Kerja kepada Presiden, dan kalangan buruh, Fras menyampaikan pandangannya.
“Perlu masyarakat ketahui, yang namanya UU Cipta Kerja itu ada 11 klaster. Salah satunya persoalan yang berkaitan dengan buruh, tapi itu bukan satu-satunya,” ujarnya.
Fras menilai diterbitkannya surat Gubernur Jawa Barat yang ditandatangani oleh Ridwan Kamil (RK), belum mewakili aspirasi seluruh elemen masyarakat.
“Di suratnya kan Kang Emil selaku Gubernur Jabar hanya menyebutkan bahwa beliau menyampaikan aspirasi dari kalangan serikat pekerja/buruh, tidak menyebut aspirasi mahasiswa, kelompok agama, kelompok tani, dst,” jelas Fras.
Ia mengkhawatirkan jika pada akhirnya Presiden menerbitkan Perppu, nomenklatur yang direvisi oleh Jokowi hanya perkara yang berkaitan dengan buruh, sedangkan aspirasi kelompok lain tidak.
“Ini mengindikasikan bahwa Kang Emil tidak memperhatikan aspirasi kelompok lain dari masyarakat beliau sendiri”, terangnya.
Apalagi menurutnya, surat yang ditandatangani oleh RK tersebut hanya menyampaikan Penolakan dari serikat buruh, bukan sikap penolakan dari Gubernur sendiri.
“Ya kan ga bisa kita bilang itu satu napas perjuangan, tidak ada sikap penolakan beliau kok (terhadap UU Cipta Kerja). Kapan coba beliau meyakinkan Presiden sampai kemudian terbitnya Perppu, atau kapan beliau membentuk tim yang ditugaskan atas nama Gubernur Jabar untuk melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi”, ujarnya.
Terkait respon terhadap UU Cipta Kerja, Fras menghimbau semua element untuk melakukan aksi damai dalam menyampaikan aspirasi terkait UU Cipta Kerja.
“Saya kira pasal dalam UU Cipta Kerja yang merugikan masing-masing elemen masyarakat perlu disuarakan, agar pemerintah tahu bahwa memang merugikan rakyatnya,” tambahnya.