Kaum Muslim Kota

Bagi kalangan millennial khususnya di perkotaan trend “hijrah” terus membumi beriringan dengan munculnya style muslim kekinian yang menjadi ciri khas pemuda hijrah. Atribut ke-Agamaan kini mudah untuk ditemui dikalangan pemuda-pemudi yang hidup di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan kota besar lainnya.  jargon kembali kepada Al-quran dan Al-hadits kerap kita jumpai terucap dari rekan, sahabat dan sanak famili yang berproses menuju pola hidup yang lebih baik dengan mendekatkan diri kepada Sang Khaliq.

Membangun minat untuk mengajak orang banyak kepada hal yang positif untuk perubahan menjadi lebih baik adalah niat yang amat mulia dan layak di apresiasi. Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dikatakan: Ketika Allah menghendaki kebaikan untuk seseorang, Dia memberinya pemahaman tentang agama. (HR. Bukhari)

Indonesia sebagai penganut Islam terbesar dan memiliki dua Organisasi Keagamaan Islam terbesar serta tokoh-tokohnya pun masuk dalam beberapa Muslim berpengaruh di Dunia tak luput dari sorotan. Sebut saja seperti Alhabib Muhammad Luthfi bin Yahya, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’I Ma’arif, KH. Amad Mustofa Bisri dan sederat ulama lainnya masuk kedalam daftar tokoh muslim berpengaruh bersanding dengan Alhabib Umar bin Hafidz, Syaikh Abdallah bin Bayah, Syaikh Hamza Yusuf, Alhabib Ali al Jifri beserta tokoh alim nan moderat lainnya yang ke ilmuan nya telah di akui Dunia.

Belakangan nama baik umat Islam di Nusantara di kotori oleh segelintir oknum dan kelompok mengatasnamakan Islam yang ingin memanfaatkan spirit ke Agamaan dari kalangan millennial yang makin hari makin bertambah kesadaran akan pentingnya pendidikan Agama dalam membangun harmoni kebangsaan ditengah kebhinekaan bangsa Indonesia. Kebohongan dan kejahatan atas nama agama kian berkembang dengan berbagai motif dan disalurkan lewat kanal media sosial. Alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah berkata; “Jangan berfatwa sebelum bertaqwa, agar tidak jadi bahan tertawa”

Minimnya literasi ke Agamaan menjadi dasar untuk memanfaatkan generasi millennial dijadikan alat dalam membangun sikap intoleransi kepada saudara sesama bangsa, bahkan ketika berbeda pandangan dalam beragama hingga bisa langsung menjustifikasi seseorang telah keluar dari syariat Islam. Berawal dari narasi propaganda di media sosial, kerap menjadikan netizen berubah menjadi intoleransi dan selanjutnya akan berperilaku radikal terhadap sesame hanya karena perbedaan yang ianya sendiri belum memahami secara utuh konteks yang di perdebatkan.

Rais Akbar Nahdlatul Ulama, Hadratussaikh KH. Hasyim Asy’ari berkata: Bahwasannya Alqur’an dan Alhadis adalah pedoman dan rujukan bagi muslim, hal itu benar adanya. Namun memahami Alqur’an dan hadis tanpa mempertimbangkan pendapat ulama adalah suatu hal yang sulit bahkan tidak bisa.