Jakarta, Buletinnusantara – Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mengatakan bahwa kepolisian belum dapat menangani kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait pembahasan kontrak PT Freeport Indonesia.

Menurut Badrodin, Presiden dan Wapres bukan simbol negara sehingga perlu ada laporan untuk menangani perkara ini.

“Simbol negara itu kan sudah ada undang-undangnya. Ada Garuda Pancasila, ‘Indonesia Raya’, bendera Merah Putih. (Presiden) tidak termasuk,” kata Badrodin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Badrodin menuturkan, pengusutan akan dilakukan jika pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini Jokowi-JK, terlebih dahulu membuat laporan polisi atas perkara tersebut. (Baca: Capek, Sejumlah Anggota DPR Akan Ajukan Mosi Tak Percaya Setya Novanto)

Jika tidak ada laporan polisi, lanjut Badrodin, kepolisian tidak dapat mengusut perkara itu. Sebab, pencatutan nama seseorang termasuk pencemaran nama baik dan hal itu adalah delik aduan. Pengusutan perkara itu mesti didahului laporan polisi.

Karena itu, Badrodin menyarankan agar perkara yang dituduhkan kepada Ketua DPR Setya Novanto itu diselesaikan di Mahkamah Kehormatan Dewan.

“Sudah dilaporkan di MKD biar diselesaikan dulu di sana. Kalau dari sisi Freeport, kalau memang merasa dirugikan, itu bagian dari penipuan masuknya,” kata Badrodin.

Hingga saat ini, baik Jokowi maupun JK, belum berencana menempuh jalur hukum. Jokowi menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kasus pencatutan nama kepada MKD. (Baca: Jokowi: “Papa Minta Pulsa” Diganti Jadi “Papa Minta Saham”)

Sementara itu, Wapres juga menyatakan mendukung langkah Sudirman melaporkan persoalan ini ke MKD. Jika tidak dilaporkan, Sudirman akan menjadi pihak terpojok.

“Karena itulah, daripada salah, ya, harus dijelaskan,” kata Kalla seperti dilaporkan wartawan Kompas, Andy Riza Hidayat, dari Manila, Filipina, Kamis (19/11/2015).

Wapres Kalla mengingatkan, mendiamkan kasus ini sama artinya dengan membiarkan adanya prasangka bahwa praktik tidak benar sedang terjadi di dunia usaha Indonesia. Sebab, nama Presiden dan Wapres diduga dibawa-bawa untuk mendapatkan bagian saham PT FI.

Namun, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah tak ingin memperpanjang kasus pencatutan nama ini.

Sumber: kompas.com