Lebak, buletinnusantara -Masyarakat baduy memberi pesan sakral kepada Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya yang juga dianugerahi gelar Ibu Gede. Hal itu tak lepas dari akan digelarnya Seba Baduy oleh ribuan warga suku Baduy Dalam dan Luar pada akhir bulan ini selama dua hari.

Pesan itu berbunyi: Gunung nteu meunang di lebur. Ulah bohong. Kudu akur ku babatur. Lebak ulah diruksak. Lojor nteu meunang dipotong. Pendek nteu meunang disambung. Jika diartikan dalam Bahasa Indonesia, yakni Gunung tidak boleh dihancurkan. Ulah bohong. Harus akur sesama teman. Lebak jangan dirusak. Panjang tidak boleh dipotong. Pendek tidak boleh disambung.

Begitu pesan sakral dari suku baduy untuk menjaga alam dan menerima semua ketetapan Shang Hyang Sirah atau Tuhan YME bagi seluruh masyarakat.

“Jadi secara riwayat, ada 120 negara, jadi khususnya di Kabupaten Lebak saling jaga silih rasa, untuk saling jaga. Kalau alam dirusak itu, ibarat sakit jantungnya. Kalau jantungnya dirusak, melebar kemana-mana,” kata Saudi Putra, tokoh adat Jaro Tangtu Dua Belas saat menyampaikan pesan dari masyarakat Baduy di hadapan Ibu Gede atau Bupati Iti Octavia di Pendopo Kabupaten Lebak, Banten, Jumat 28 April 2017.

Seba Baduy pun dimaknai oleh Ibu Gede sebagai ajang menjaga silaturahmi dan mengingatkan pemerintah untuk selalu melestarikan keberadaan alam, khususnya di Kabupaten Lebak dengan pepatah Baduy itu.

“Ngateguhkeun duduluran antara masyarakatJeung pamarentah.  pamarentah. Supaya lembur ieu, alamieu, bisa dinikmati oleh anak cucu urang(meneguhkan persaudaraan antara masyarakat dan pemerintah. Supaya kampung ini, alam ini, bisa dinikmati oleh anak cucu kita),” ujar Ibu Gede.

“Ini upacara adat untuk sama-sama memeriksa keberadaan dan kelangsungan alam. Bagaimana menjaga kelestarian air dan alam demi keberlangsungan manusia,” kata Iti.

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya yang dianugerahi Ibu Gede tak cuma menerima pesan dari masyarakat Baduy. Dia juga mendapay bungkusan ‘jimat’.

Bungkusan itu berisi padi dan hasil bumi lainnya yang menandakan kesuburan dan kesejahteraan.

“Isinya padi, hasil bumi mereka. Itu simbol yang telah mereka ritual kan selama puasa Kawalu selama tiga bulan. Sebagai bentuk pembuka silaturahmi kepada pemerintah,” kata Iti.

Iti pun menjelaskan bahwa Urang Kanekes atau yang akrab disapa Suku Baduy meminta kepada dirinya untuk ditambahkan lahan garapan guna mencukupi kebutuhan pangan bagi suku asli Banten yang terus bertambah luasnya.

“Mereka (suku Baduy) kan ingin ditambah lahan garapan, bukan hak Ulayat. Mereka menawarkan hutan lindung, taman nasional gunung halimun salak (sebagai lahan garapan),” ujar dia.

Wanita berkacamata yang akrab disapa Teh Via ini menjelaskan bahwa Pemkab Lebak telah melayangkan surat ke komisi IV DPR-RI agar bisa mengelola tanah yang sebelumnya berstatus Hak Guna Usaha (HGU) yang izinnya telah habis untuk diberikan kepada pemerintah daerah (Pemda) agar bisa dikelola oleh Suku Baduy.

Beberapa alternatif HGU yang akan diberikan kepada Suku Baduy di antaranya berlokasi di PTPN Sawarna seluas 60 hektare, Cileweung seluas 50 hektare dan Sampang Peundeuy seluas 1000 hektare.

“Nanti kalau sudah dikembalikan, nanti masuk ke dalam luas wilayah hak ulayat, di revisi nanti perda (hak Ulayat),” ujarnya.

 

 

 

 

 

 

Source: Liputan 6

http://m.liputan6.com/regional/read/2935745/pesan-sakral-suku-baduy-untuk-bupati-lebak?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter