Salah Hijrah Bisa Menjadi Radikalis dan Ekstrimis.

Istilah Hijrah yang telah booming dikalangan millennial pada hari ini tidak lepas dengan sebuah peristiwa besar umat Islam yakni, ketika perpindahan (migrasi) Nabi Muhammad Saw dari Mekkah menuju Yastrib (Madinah) dalam agenda penyelamatan dan aktualisasi vissi dan missi Rasulullah Saw.

Bahasa Hijrah dalam kalangan millennial sendiri dimaknai sebagai menjauhi atau meninggalkan kebiasaan atau perbuatan buruk dan beradaptasi dengan perbuatan baik serta sesuai ajaran agama Islam. Niat baik memperbaiki diri untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik adalah harapan setiap insan beragama dan sangat layak untuk di apresiasi apabila di amalkan dengan baik dan benar.

Didalam hadis Rasulullah Saw yang lain Rasulullah bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

Ketika Allah menghendaki kebaikan untuk seseorang, Dia memberinya pemahaman tentang agama (HR. Bukhari no. 71)

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara (tanda) kebaikan Islamnya seseorang adalah ketika dia meninggalkan sesuatu yang bukan urusannya (HR. Tirmidzi no. 2317)

Di era digital seperti sekarang ini kalangan millennial dengan sangat mudah mendapatkan informasi termasuk informasi seputar ke-Agamaan dari berbagai sumber, baik dari website ke-Islaman hingga sosial media yang di dalamnya semua informasi dan literasi Islam bisa di akses secara mobile.

Setahun terakhir ini Bangsa Indonesia masih belum terlepas dari Pandemi Covid19, dunia dakwah media pun kini lebih massif dengan maraknya pengajian virtual yang dibuat oleh komunitas-komunitas maupun organisasi Islam. Rasulullah Saw bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim (HR. Ibnu Majah no. 224; hadis ini hasan menurut Imam Suyuti.

Antusiasme millennial dalam mencari ilmu kerap dimanfaatkan oleh kelompok esktrimis untuk menyebarkan virus radikalisme dengan target kalangan millennial yang sedang haus akan ilmu agama. Kepahaman akan ilmu Agama yang harusnya menjadi pedoman untuk dirinya sendiri dan kemudian di manifestasikan dalam kehidupan sehari-hari lewat akhlaq yang luhur kini telah bergeser menjadi entitas baru yang memiliki nilai jual yang tinggi lewat tagline Jihad dan masuk lewat pintu pintu komunitas Hijrah.

Masih hangat dan telah menjadi trending isu ketika kalangan millennial di jadikan martir oleh kelompok ekstrimis yang berhasil merenggut nyawa bahkan dua diantaranya adalah wanita dan sedang mengandung harus tewas bersamaan dengan sang buah hati. Hal ini merupakan salah satu permasalahan besar yang muncul di tengah-tengah keberagaman bangsa yang bersumber dari berkembangnya kelompok-kelompok keagamaan ekstrim dan intoleran di Indonesia.

Dalam peristiwa perang khandaq saja, seorang sahabat sekaligus menantu Rasulullah Saw, Sayyidana Ali bin Abi Thalib ra. bahkan sampai tidak membunuh musuhnya yang pada saat itu berhasil ia lumpuhkan hanya karena lawan duelnya pada saat itu meludahi muka Ali ra. hingga ia berubah menjadi emosi dan karenanya ia enggan untuk membunuh dan membuat musuhnya terheran hingga bertanya pada Sayyidina Ali; “Wahai Ali, kenapa engkau tak jadi memenggal leherku?” tanya si musuh terheran-heran.

“Saat aku berhasil merobohkanmu, aku berniat mengalahkanmu untuk membela Agama Allah. Namun, saat kau meludahiku, jiwaku telah dipenuhi amarah, niatku berubah menjadi menuruti emosi dan nafsu. Dan aku tak mau menuruti hawa nafsuku, apalagi membunuh karena nafsu,” jawab Ali ra. tenang.

Dalam perang sekalipun Islam memiliki etika dan batas-batas: tidak merusak tumbuhan, binatang, anak kecil, perempuan, orang sepuh, dan musuh yang telah menyerah dan tidak berdaya.

Allah berfirman:

وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ – ١٩٠

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-Baqarah [2]: 190).

Kita juga dilarang merusak rumah ibadah orang lain atau membahayakan orang yang di dalamnya.

وَلَا تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ وَلَا أَصْحَابَ الصَّوَامِعِ

Janganlah kalian membunuh anak-anak dan orang-orang yang mendiami tempat-tempat ibadah (HR. Ahmad no. 2592). 

Rasulullah Saw pernah bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ يُجَاهَدَ الرَّجُلُ نَفْسَهَ وَ هَوَاهُ

Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya (Hadis sahih diriwayatkan oleh Ibnu Najjar dari Abu Dzarr).

Banyak hikmah yang bisa kita ambil khususnya untuk kalangan millennial agar lebih kritis dalam mencari ilmu dan pentingnya sanad ke ilmuan dari orang yang kita jadikan guru atau panutan karena tanpanya kita tidak akan mengetahui kebenaran ajaran Agama, terlebih Islam yang Rahmatan lil’alamin.

Syeikh Muhammad Matwali Sya’rawi pernah berbincang dengan seorang teroris dan bertanya, “Kemanakah (perginya) orang yang kau bunuh (dengan bom) itu setelah kematiannya?’

“Mereka tentu masuk neraka!” jawab teroris itu bangga.

Syeikh Sya’rawi kemudian berkata, “Lho aneh sekali! Masa kerjaanmu sama seperti setan, yaitu suka memasukkan orang ke dalam neraka.”