Jakarta, Buletinnusantara – Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid mengecam aksi pembakaran tempat ibadah di Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil yang kemudian memicu bentrok antar dua kelompok.
Dengan alasan apapun, pelakunya telah menodai prinsip dasar umat beragama yang harus dilindungi. Karenanya, GP Ansor minta agar kasus tersebut diusut tuntas dan para pelaku ditindak tegas sesuai hukum agar peristiwa sama tidak terulang lagi.
“Belum selesai kasus di Papua, sekarang terjadi di Aceh. Padahal kebebasan ibadah adalah dasar umat manusia, yang harus dilindungi oleh negara dan wajib dihormati oleh warga negara. Makanya, atas kasus seperti ini harus diusut tuntas, hukum harus ditegakkan,” kata Nusron Wahid, Rabu (14/10/2015).
Nusron menegaskan, tidak boleh ada orang atau kelompok tertentu, apalagi mengatasnamakan Islam untuk melakukan hal yang justru bertentangan dengan ajaran Islam yakni melakukan perusakan tempat ibadah.
Ketua PBNU ini mengungkapkan, para pihak pengambil kebijakan di Aceh juga harus melakukan suatu tindakan nyata agar kasus tersebut tidak memicu bentrok susulan. Menurut dia, para pengambil kebijakan dan pemangku kepetingan harus berdiri diatas konstitusi bahwa siapapun tidak boleh melakukan tindakan yang dapat merusak kerukunan antar umat beragama.
“Para pengambil kebijakan jangan terjebak pada level kesadaran administratif seperti IMB, itu bukan persoalan substantif. Persoalan substantifnya adalah bahwa keberagaman harus dilindungi, tempat ibadah dan umat dalam melakukan ibadah harus dilindungi,” ujarnya.
Kalau dalam melihat kasus seperti di Aceh Singkil hanya bicara soal IMB, kata dia, maka sebenarnya banyak juga masjid-masjid di kampung tidak punya IMB. “Tapi enggak ada yang mengganggu tuh. Wong tempat ketemu Tuhan saja kok pakai ijin dan dipersulit manusia. Sementara Tuhannya tidak pernah mempersulit,” jelas Nusron.
Seperti diketahui, bentrok antarwarga terjadi di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, pada Selasa (13/10) kemarin. Seorang warga tewas dalam peristiwa itu akibat terkena peluru gotri dan empat orang lain menderita luka-luka.
Peristiwa ini dipicu pembakaran sebuah rumah yang dianggap tak memiliki izin untuk digunakan sebagai tempat ibadah. Sumber dari Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil menyebutkan, aksi terjadi sejak Senin (12/5/2015) tengah malam, setelah warga menilai Pemkab Aceh Singkil tidak mau memenuhi tuntutan untuk membongkar bangunan saat unjuk rasa dilakukan pada 6 Oktober 2015.
Menurut laporan kepolisian, bentrokan terjadi pada Selasa (13/10/2015) sekitar pukul 12.00 WIB. Bentrokan terjadi antara massa yang menamakan diri mereka Gerakan Pemuda Peduli Islam Aceh Singkil dan warga Desa Dangguran, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil.
Kerusuhan berawal ketika sekelompok massa hendak menerobos barikade penjagaan ke bangunan yang dinamai Gereja HKI di Dusun Dangguran, Desa Kuta Lerangan, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil. Aksi massa penyerbu ini mendapatkan perlawanan dari warga Desa Dangguran sehingga berujung pada bentrokan. Akibatnya, tiga warga dan seorang personel TNI menderita luka-luka ringan, sementara satu warga bernama Samsul, warga Desa Buloh Sema, Kecamatan Suro, dikabarkan tewas.
Saat ini, personel kepolisian dan TNI terlihat berjaga ketat di beberapa titik Kecamatan Simpang Kanan, setelah berhasil menghentikan bentrokan. Seusai menghentikan bentrokan, polisi menyita berbagai jenis senjata, seperti kapak, parang, bom molotov, bambu runcing, dan kelewang, serta tiga mobil Colt Diesel, tiga mobil Mitsubishi Carry bak terbuka, dan 20 sepeda motor yang diduga digunakan para penyerang.
Pemkab Aceh Singkil memang berniat membongkar 24 rumah ibadah tanpa izin. Berdasarkan hasil pertemuan dan rapat yang dihadiri aparat pemerintah kabupaten, tokoh adat, dan tokoh agama, mereka sepakat bahwa 10 rumah ibadah tanpa izin akan dibongkar pada pekan depan. Untuk sisanya yang berjumlah 14 unit, para pengelola diberi kesempatan mengurus izin pendirian rumah ibadah.
Sumber : Okezone.com