Jakarta, Buletinnusantara – Siapa pun tidak dapat memprediksikan waktu berakhirnya pandemi sebelum vaksin berhasil ditemukan. Kondisi ini memperburuk ketahanan keluarga maupun individu. Kekuatan dan kemampuan adaptif mereka menjadi poros untuk bertahan hidup.
Merespons badai penyebaran COVID-19, nilai gotong royong dapat menjadi penopang maupun memperkuat ketahanan keluarga. Nilai ini dibagikan oleh sosok perempuan Putri Simorangkir dari Indonesia Against COVID-19 (IAC19). Ia menunjukkan kepedulian jauh sebelum virus SARS-CoV-2 ini merebak di Indonesia. Putri dan kelompoknya mengenalkan _urban farming_ kepada masyarakat kampung Pesanggarahan, Jakarta Selatan. _Urban farming_ merupakan bercocok tanam di lingkungan rumah perkotaan dengan lahan terbatas.
Ingin mengembalikan nilai kegotongroyongan di tengah masyarakat merupakan latar belakang Putri kala itu.
“Dengan cara bertanam kolektif ini, kami harapkan memiliki rasa peduli kepada orang lain, bisa bekerja sama bahkan juga memelihara toleransi. Tepatnya mengembalikan sifat gotong royong,” ujar Putri melalui pesan digital pada Sabtu (16/5).
Ia sudah menduga bahwa virus ini akhirnya masuk ke Indonesia.
Ketika COVID-19 terdengar masuk Indonesia, ia bersama kelompoknya IAC19 mengajak warga untuk tangguh. Ketangguhan tersebut ingin ia tunjukkan dengan cara sederhana, yakni _urban farming_. Putri mengatakan bahwa COVID-19 ini mematikan.
“Kondisi penyebaran yang meluas sangat mengejukan siapa pun bahkan ketika wabah ini merembet dengan cepat ke seluruh dunia itu sangat mengejutkan sekaligus menakutkan,” ujarnya.
Penyebaran COVID-19 yang meluas memperlemah kondisi masyarakat. Ketangguhan masyarakat dalam bentuk ketahanan pangan diuji di krisis ini. Ia pun tergerak membagikan pengalamanan untuk bertanam sayur dan beternak ikan.
“Saya sebagai salah satu ketua grup relawan pernah memiliki pengalaman tentang bertanam sayur secara hidroponik yang pernah kami terapkan di suatu wilayah Jakarta Selatan di Gang Hijau Pesanggrahan,” ujarnya.
Langkah yang digagas untuk warga ini bertujuan untuk mendukung pemerintah. Saat bertemu dengan Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja pada Jumat lalu (15/5), salah satu rekannya, Lourda, menyampaikan dukungan untuk mengenalkan secara luas _urban farming_. Salah satu harapan dari upaya _urban farming_, Putri menyampaikan ini untuk mengantisipasi kesulitan pangan dan solusinya.
“Nah, kemudian teman-teman dari berbagai perkumpulan relawan bergabung oleh inisiatif ibu Lourda Hutagalung, bekerja sama dengan BNPB maupun Gugus Tugas. Semuanya berkonsolidasi dan berusaha melakukan apa yang bisa dilakukan untuk menolong saudara-saudara sebangsa, baik para medis maupun para korban serta mereka yang terdampak COVID-19,” ujarnya.
Putri menuturkan kisah bahwa kelompoknya yang didampingi seorang ahli pertanian mengenalkan berkebun di lahan terbatas kepada warga kampung Pesanggrahan.
“Tim ahli kami, Pak Bambang Riono, memberikan arahan dan kami lengkapi seluruh peralatan yang diperlukan bagi wilayah yang memang menunjukkan antusias. Oleh kerja keras serta semangat gotong royong, warga wilayah ini bersama-sama menjaga dan mengelola dalam bertanam sayur-sayuran secara hidroponik tersebut,” tuturnya.
Kenangnya, panen pertama sukses. “Hasil mereka nikmati sendiri, siapa pun yang membutuhkan boleh mengambil secukupnya. Demikianlah mereka menikmati hasil panen setiap tiga minggu sekali,” katanya.
Belakangan karena hasil panen semakin baik, mereka bisa mulai belajar menjual hingga saat ini. Putri dan relawan lain juga mengenalkan sistem baru yang lebih menjanjikan yaitu budidaya sayuran dan ikan sekaligus, dengan aquaponik.
Salah satu contoh kampung yang telah menerapkan dengan sukses, yaitu di RT 14/RW 1 Kampung Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Kampung yang semua gersang, menjadi hijau.
“Setiap tempat yang bisa dimanfaatkan semuanya ditanami sayuran,” ucapnya.
Di saat krisis akibat dampak COVID-19, pemerintah dan multipihak bagian dari pentaheliks telah berupaya untuk memutus rantai penyebaran dan menjaga stabilitas di berbagai sektor. Namun, ini belum lah cukup karena dampak pandemi yang sangat kompleks. Masyarakat sendirilah dan nilai-nilai positifnya merupakan kapital terbesar di negeri ini, salah satu bentuknya melakukan aktivitas bermanfaat untuk keseimbangan fisik dan mental di tengah pandemi. (APJ)*