Jakarta, Buletinnusantara – TNI, Polri dan PBNU menggelar Halal bi Halal secara daring, acara tersebut diikuti Kapolri, Idham Azis, Panglima TNI, Marsekal Hadi, Rais Aam’ PBNU, KH Miftachul Achyar, Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua Pagar Nusa, Gus Nabil Haroen, beserta jajarannya.
Dalam kesempatannya Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, memberikan sambutan pada acara ala bi halal secara virtual dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ia menyampaikan selamat hari raya idul fitri dan apresiasi semangat Nahdlatul Ulama dalam mengedukasi bahaya covid-19.
“Saya mengapresiasi semangat NU yang telah sangat aktif berupaya menangani pendemi covid-19, langkah NU mengedukasi bahaya covid-19 pada masyarakat melalui pesantren-pesantren, masjid dan majlis talim, ada aksi nyata terhadap kepedulian kemaslahatan umat,” katanya
Disamping itu, panglima melanjutkan, Asosiasi Rumah Sakit NU, Persatuan Dokter NU, serta Satgas NU Peduli Covid-19 sangat membantu upaya pemerintah melawan pandemi.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam sambutannya menegaskan bahwa nasionalisme di Indonesia lahir dari hati seorang mukmin, yakni Hadratussyekh KH Hasyim asy’ari melalui ungkapan hubbul wathan minal iman (nasionalisme bagian dari iman).
“Kalau di Indonesia, di kita ini nasionalis religius,” kata Kiai Said pada acara Halal Bihalal Keluarga Besar TNI dan Polri bersama PBNU secara virtual, Selasa, 9 Juni 2020.
Menurut Kiai Said, Indonesia merdeka atas kegigihan banyak pihak, termasuk para kiai dan santri. Dari kalangan santri, Fatwa Resolusi Jihad yang dicetuskan KH Hasyim asy’ari menjadi pelecut semangat santri dalam melawan penjajah.
“Membela tanah air kata Kiai Hasyim Asy’ari wajib, fardlu ‘ain bagi penduduk radius 80 km dari Surbaya wajib angkat senjata, tidak pandang bulu, levelnya, atau derajatnya semua wajib melawan dengan senjata. Di luar radius 80 KM mendukung apa yang mereka miliki,” terangnya.
Lebih lanjut Kiai Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Jagakarsa, Jakarta Selatan itu mengatakan bahwa santri berperang melawan penjajah dengan senajata apa danya. Banyak santri yang meninggal, termasuk santri yang membunuh Brigjen Mallaby, yakni seorang santri dari Pesantren Tebuireng bernama Harun.
Perjuangan santri kemudian diakui pemerintah dengan menetapkan pada 22 Oktober sebagai Hari Santri. Kiai Said menyampaikan terima kasih atas apresiasi pemerintah kepada santri.
“Tanpa pengorbanan santri, tanpa Resolusi jihad KH Hasyim asy’ari, barangkali sejarah Indonesia berbeda dengan yang ada sekarang,” tutupnya.(APJ)*