Jakarta, Buletinnusantara – Isu mafia politik semakin menghangat. Tarik menarik kepentingan terkait masa depan Freeport menyeret beberapa kubu politisi dan menteri. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Setya Novanto dengan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Sudirman Said saling serang dalam isu perizinan tambang di Papua setelah di media sosial beredar transkrip pertemuan Setya Novanto dengan petinggi Freeport.

Sebelumnya, Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI, Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), terkait pencatutan nama presiden. Kemudian, kubu Setya Novanto tidak terima dengan melaporkan Sudirman Said ke aparat kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik. Kasus ini mendapat perhatian publik yang luar biasa, hingga menjadi perbincangan hangat di media sosial. Isu mafia politik, menjadi sorotan media karena pencatutan nama presiden dan beberapa menteri negara.

Koordinator Forum Kiai Muda (FKM), KH Ubaidillah Amin, menolak mafia politik. “Mereka yang berusaha menggadaikan kepentingan rakyat, sudah seharusnya kita tolak sebagai pemimpin di level apapun. Mafia politik yang mencatut nama presiden dan negarawan, harus malu dengan rakyat Indonesia. Pencatutan nama Presiden Jokowi, Menteri Luhut B Panjaitan dan beberapa tokoh, yang selama ini dikenal bekerja keras sangat tidak pantas,” terang Ubaidillah.

Dalam wawancara dengan media ini, Rabu (25/11), Ubaidillah dengan tegas menginginkan sosok pemimpin yang punya etika dan kejernihan hati. “Pemimpin bangsa itu dapat dilihat dari sikap, tindakan dan etikanya. Kalau hanya ingin dapat, keuntungan dari perusahaan asing dengan perubahan regulasi dan kewenangannya, itu namanya mafia. Bahkan, akan lebih buruk jika ada yang sok baik tapi ternyata menipu. Pemimpin bangsa ini, perlu belajar dari para para tokoh dan kiai, yang dengan ikhlas mengabdi untuk bangsa,” ungkap pengasuh Pesantren An-Nuriyah Jember, Jawa Timur.

Kiai Muda yang aktif dekat dengan kiai-kiai sepuh pesantren ini, menyatakan sudah muak dengan menteri yang sok baik, padahal memiliki kepentingan pribadi. “Rasanya tidak pantas jika seorang menjanjikan sesuatu kepada investor. Surat Menteri ESDM kepada Chairman Freeport McMoran James Robert Mofett, bernomor 7522/13/MEM/2015 mencederai janji jabatan menteri. Kenapa? Ia menjanjikan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan kepentingan asing,” jelas Gus Ubaid.

Gus Ubaid berharapa kisruh antar mafia politik segera berakhir, agar jajaran pemerintah dan kabinetnya dapat bekerja dengan tenang untuk menyelesaikan beberapa program strategis. Kiai muda yang jadi SekjenLembaga Pengembangan Ekonomi Santri (LPES) ini mengaku bahwa, rakyat sudah muak dengan sikap pemimpin yang hanya mengejar kekayaan pribadi dan kepentingan golongan. “Jangan jadi pemimpin yang memiliki dua wajah, dzul wajhain. Politisi yang menipu rakyat itu tidak akan memiliki catatan sejarah yang baik. Mereka akan tenggelam, karena kerakusannya,” tegas Ubaid.

Setelah penetapan Hari Santri Nasional sebagai apresiasi terhadap kaum pesantren, Gus Ubaid berharap agar pemerintah dapat melihat potensi kaum profesional muda dari pesantren. “Sudah saatnya panggung politik kita diisi oleh generasi muda yang tidak hanya cerdas, tapi juga memiliki akhlak yang baik. Ini penting untuk Indonesia ke depan,” terangnya. Gus Ubaid juga berharap agar pencatutan presiden dan negarawan, tidak lagi dilakukan oleh politisi-politisi negeri ini.