Jakarta, Buletinnusantara – Jaksa Agung Muhammad Prasetyo meminta aktivis antikorupsi di Tanah Air lebih mengedepankan fakta dan objektivitas dalam memberikan penilaian terhadap kinerja Kejaksaan. Dia ingin aktivis mendukung korps Adhyaksa.

“Mestinya aktivis antikorupsi mengedepankan fakta dan objektivitas. Kita justru berharap dukungan aktivis antikorupsi ketika menangani perkara korupsi. Kita menangani kasus korupsi tapi malah disudutkan,” katanya di Jakarta, Senin (26/10/2015).

Seperti diketahui, saat ini Kejagung tengah menangani kasus besar tindak pidana korupsi, di antaranya pengalihan lahan PT KAI di Medan yang melibatkan pejabat pemerintah provinsi setempat dan kasus dana bansos Provinsi Sumut.

Dengan apa yang dilakukan jajarannya, Prasetyo mempertanyakan sikap aktivis antikorupsi yang banyak menyudutkan kejaksaan.

“Ada apa di situ? silakan biar masyarakat yang menilai. Saya yakin masyarakat bisa menganalisis dengan baik dan benar. Kami sedang menangani beberapa kasus korupsi yang sasarannya bukan orang biasa. Kasus di Medan, pelakunya konon tak tersentuh,” katanya.

Dia juga menyesalkan Kejaksaan dikaitkan dengan Patrice Rio Capella, bekas anggota Komisi III DPR yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap penanganan perkara dana Bansos Sumut. “Pengambilalihan penanganan kasus bansos untuk menghindari aspek kepentingan. Kita menghindari beban psikologis ‘ewuh pakewuh’, kenapa dikait-kaitkan dengan Rio Capella,” katanya.

Prasetyo memandang banyaknya suara miring terhadap langkah Kejagung dalam menangani kasus korupsi sebagai bentuk perlawanan balik para koruptor. Dirinya menilai, para aktivis antikorupsi seharusnya mendukung dan bukan berseberangan dengan meragukan konsistensi penegakan hukum yang dilakukan jajarannya.

“Aktivis antikorupsi malah berseberangan. Seharusnya mendukung Kejagung,” ucapnya.

Prasetyo meyakinkan sejak diangkat menjadi Jaksa Agung, dirinya telah memisahkan diri dari politik dengan cara ke luar dari Partai NasDem. Dia meminta penegakan hukum jangan disangkutpautkan politik. Dia mengklaim selama menjabat Jaksa Agung tidak pernah menghentikan proses hukum yang menyeret kader NasDem.

Misalnya, Kejaksaan Tinggi Sulteng yang justru menahan mantan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) yang juga eks Ketua Dewan Pembina Partai NasDem Sulteng HB Paliudju terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran operasional Provinsi Sulteng tahun 2006-2011.

Demikian pula sikap tegas Kejati NTT yang menersangkakan Bupati Sumba Barat Daya, Jubilate Pieter Pandango dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sepeda motor pada 2011 senilai Rp3,2 miliar. Jubilate sebelumnya diketahui sebagai Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Sumba Barat.

Demikian pula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap hakim dan panitera PTUN Medan terkait dana bansos Sumut, Kejaksaan Agung bahkan meminta lembaga antirasuah tersebut mengungkap hingga dalangnya.

“Ketika mereka (KPK) menginformasikan OTT di PTUN di Medan, ketika mereka mengatakan menangkap hakim dan panitera, saya sejak awal mengatakan ungkap tuntas. Saya mengapresiasi dan bahkan meminta dituntaskan kasus tersebut hingga ke dalangnya,” katanya.

Prasetyo memandang ada upaya kepentingan politis yang cukup tinggi berupa mengaitkan penersangkaan Rio Capella dengan dirinya sebagai Jaksa Agung. “Ada kepentingan politis tinggi. Kita tidak pernah bertemu dengan O.C. Kaligis dan Rio Capella. Teleponnya mana, coba buka saja,” ungkap Prasetyo.

“Kami sedang menangani beberapa kasus korupsi yang sasarannya bukan orang biasa. Kasus di Medan, misalnya, pengalihan hak tanah PT KAI, pelakunya konon tak dapat disentuh, tapi kita sidik. Di sini sebenarnya kita sangat berharap dukungan penggiat antikorupsi,” katanya.