Jakarta, Buletinnusantara – Gugus Tugas Nasional terus berupaya untuk menghentikan penyebaran COVID – 19 di tengah masyarakat. Langkah ini memiliki tantangan besar karena masyarakat dituntut bersikap disiplin tinggi ketika beraktivitas atau bekerja di luar rumah.

Di masa pandemi COVID – 19 setiap warga masyarakat diharapkan untuk mampu bertahan hidup dan menyesuaikan diri dalam pola hidup. Disiplin kolektif dan perilaku yang dipedomani protokol kesehatan dibutuhkan pada saat mereka beraktivitas, khususnya di ruang publik. Ini juga bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran sambil beraktivitas seperti biasa. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito berpesan kepada masyarakat untuk tetap disiplin dan waspada terhadap penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab COVID – 19.

“Prinsip yang utama adalah harus bisa menyesuaikan pola hidup,” ujar Wiku pada sesi diskusi di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, pada Selasa (12/5).

Wiku menyampaikan bahwa secara sosial kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk _new normal_ atau harus beradaptasi ketika beraktivitas dan bekerja. Selain itu, masyarakat juga dituntut untuk menghindari kontak fisik dengan orang lain maupun menghindari kerumunan di saat bekerja, serta mematuhi protokol yang ada, seperti protokol kesehatan.

“Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai ditemukannya vaksin untuk COVID-19 ini,” katanya.

Sementara itu, anggota Tim Pakar Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Beta Yulianta Gitaharie menyampaikan bahwa COVID – 19 ini sangat berpengaruh pada sendi kehidupan ekonomi dan masyarakat. Beta mengatakan bahwa situasi saat ini kurang menguntungkan khususnya mereka yang bekerja di berbagai sektor.

“Mereka yang kehilangan pekerjaan mempunyai pilihan, mereka akan tetap menganggur, atau bergeser ke sektor informal. Tapi apa pun pilihannya mereka harus memenuhi kebutuhan hidupnya,” ujar Beta yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.

Di sisi lain, ia mengakui bahwa ada sektor usaha yang memiliki karyawan yang bekerja dari rumah dan tetap membayar gaji. Mereka yang bekerja pada tipe perusahaan yang tetap memberikan gaji tidak terlalu cemas. Mereka memiliki _income security_.

“Namun tidak semua orang mempunyai keberuntungan yang sama. Ada perusahana yang merumahkan karyawannya bahkan mem-PHK. Ada juga perusahaan yang terpaksa menutup usahanya,” tambah Beta.

Menurutnya, data BPS per 20 April 2020, sekitar 2 juta pekerja terkena PHK. Persentase dari jumlah tersebut 62% di antaranya ada di sektor formal dan 26% ada di sektor informal dan UMKM. Namun, angka tersebut meningkat hingga 6 juta pekerja terkena PHK.

Kondisi sekarang ini merupakan tantangan yang sangat besar bagi setiap individu sehingga membutuhkan upaya semua pihak untuk kembali pulih. Wiku berpendapat bahwa optimis dapat beraktivitas selama masyarakat dengan disiplin dan mematuhi protokol kesehatan. (APJ)*