Dana Desa: ‘Juru Selamat’ Ekonomi Kita?
Oleh: Slamet Tuharie
COVID-19 dengan kecepatan penyebaranya telah menyebabkan tatanan masyarakat dunia berubah dengan sangat cepat. Mulai dari perubahan pada budaya interaksi antara masyarakat yang biasanya dilakukan dengan bekelompok, kini harus lebih dibatasi. Kondisi lalu lalang jalanan yang biasanya penuh sesak dengan kendaraan umum dan pribadi, saat ini juga menjadi lebih lengang karena pembatasan aktivitas sehari-hari. Bahkan sampai telah menjadikan sektor ekonomi dunia pada kondisi yang sangat terpuruk. Tak terkecuali Indonesia.
Di wilayah Jakarta, kota yang menjadi perputaran 70% uang di Indonesia, misalnya, kini semakin lesu saja. Banyak pusat perbelanjaan yang kini sudah menutup operasionalnya yang tentu saja berakibat pada penutupan gerai-gerai bisnis di dalamnya. Akibatnya, saat ini juga sudah banyak pengusaha yang menutup aktivitas bisnisnya, bahkan hingga melakukan PHK terhadap para karyawannya, yang menurut Kementerian Ketenagakerjaan RI angkanya sudah hampir mencapai 2 juta orang.
Belum lagi para penyedia layanan jasa seperti pengusaha hotel, transportasi, dan pariwisata atau pun tempat hiburan yang kini juga mengalami penurunan omset yang drastis. Bisnis seperti restoran dan rumah makan yang biasanya ramai misalnya, kini omsetnya harus terkoreksi 70%. Ini belum termasuk pedagang kecil dan UMKM yang kini juga semakin susah untuk bergerak karena adanya pembatasan-pembatasan aktivitas dan lesunya ekonomi kita.
Maka, memang benar bahwa wabah COVID-19 sudah tidak saja menjadi problem kesehatan global, namun juga sudah menjadi bencana ekonomi internasional. Apalagi Indonesia yang dalam catatan IMF diprediksi tak akan sampai 0,5 persen angka pertumbuhan ekonominya. Atau terendah sejak krisis 1998. Bahkan, menurut Bank Indonesia, OJK, dan LPS, kemungkinan terburuknya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa sampai minus 0,4%.
Tentu ini adalah tantangan yang sangat berat bagi Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Karena bagaimana pun, aspek ekonomi adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Maka menurut saya, Pemerintah sudah tepat dalam mengambil kebijakan-kebijakan dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi nasional melalui Jaring Pengaman Sosial yang meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Padat Karya Tunai (PKT), Subsidi Listrik, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Pra Kerja, dan Bantuan Sosial Khusus Wilayah Jabodetabek. Meski ada banyak catatan terkait dengan kebijakan-kebijakan tersebut, terutama masalah efektifitas pelaksanannya.
Namun, dari sekian banyak kebijakan strategis pemerintah tersebut, ada satu kebijakan yang sangat menarik dan jika berjalan efektif mungkin akan menjadi ‘Juru Selamat’ ekonomi Indonesia, tidak lain adalah BLT dari Dana Desa. Mengapa menarik? Salah satunya tentu karena BLT Dana Desa—yang dikelola oleh Pemerintah Desa—akan menyentuh langsung pada lapisan struktur masyarakat terbawah yakni masyarakat desa yang benar-benar membutuhkan. Kebijakan tersebut merupakan cara paling efektif untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan mengupayakan stabilitas di tingkat desa.
Menimbang Harapan dan Tantangannya
Kebijakan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi RI (baca: Menteri Desa) yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 tentang alokasi dana desa untuk penanggulangan COVID-19 yang menyasar sektor ekonomi harus diapresiasi. Dengan kebijakan ini, maka akan ada perputaran uang sebanyak Rp. 14,9 Triliyun – Rp. 31,4 Triliyun di 74.954 Desa di seluruh Indonesia. Perhitungan ini adalah asusmi kasar dengan perhitungan jika dana desa yang dikelola antara 800 juta – 1,2 milyar sebagaimana yang diterangkan dalam SE Menteri Desa tersebut.
Artinya, jumlah ini masih bisa bertambah jika mengacu pada SE Menteri Desa yang aturannya juga masih cukup fleksibel. Terutama untuk desa-desa yang memiliki penduduk miskin banyak akan bisa menambah persentase alokasi BLT Dana Desa dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten/Kota. Tentu ini adalah ‘angin segar’ bagi stabilitas ekonomi kita.
Permasalahannya kemudian, apakah pemerintah bisa menjamin agar penyaluran BLT Dana Desa ini dapat sampai ke tangan masyarakat dengan baik? Tidak perlu dipungkiri, bahwa terkait bantuan sosial di Indonesia masih cukup bermasalah. Paling tidak ada dua hal penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah terkait dengan mekanisme pembagian BLT Dana Desa agar benar-benar sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, masalah yang cukup pelik dari bantuan sosial pemerintah adalah masalah data. Seperti contoh yang terjadi pada PKH dimana ada beberapa masyarakat yang lebih layak untuk menerima bantuan, justru malah tidak menerima bantuan tersebut. Entah karena ketidaktelitian pemerintah setempat dalam melakukan pendataan, atau karena ada faktor lainnya.
Namun yang pasti bahwa BLT Dana Desa harus lebih teliti lagi agar penerimanya benar-benar mereka yang membutuhkan. Hal ini adalah prinsip. Selain untuk memberikan jaminan kehidupan bagi masyarakat miskin, juga agar roda ekonomi benar-benar berputar sebagaimana yang diharapkan. Jangan sampai tidak terjadi pemerataan ekonomi di desa karena kesalahan data penerima.
Kedua, problem terkait dengan mekanisme penyaluran bantuan. Pemerintah dalam rangka mewujudkan transparansi, harus memastikan bahwa tidak ada pungutan apapun dari pihak manapun. Hal ini penting agar jangan sampai ada yang memanfaatkan hiruk pikuk Pandemi COVID-19 untuk keuntungan pribadi. Tentu saja pengawasan harus dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak. Namun yang terpenting adalah kesadaran dari seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan.
Jika hal ini benar-benar dilakukan dengan baik, saya optimis bahwa dana desa akan menjadi ‘juru selamat’ ekonomi kita, karena keberadaannya yang mampu menyentuh struktur masyarakat di tingkat paling bawah. Sudah saatnya desa digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat desa, khususnya dalam hal ini yang sekarang terdampak COVID-19[]