DAGELAN PERPPU ORMAS
Oleh : Slamet Tuharie Ng
10 Juli 2017, Perppu Ormas disahkan. Artinya sudah 3 tahun, aturan baru tentang ormas diundangkan. Salah satu poin krusialnya adalah ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila (Pasal 59 ayat (4) huruf c). Makanya, ormas seperti HTI yang ingin mendirikan Khilafah secara otomatis batal demi hukum dan akhirnya dinyatakan BUBAR. Pun dengan ormas-ormas sealiran dengan mereka.
Awalnya sih senang, melihat ini menjadi angin segar bagi kedaulatan Indonesia. Bahwa Pancasila yang disepakati oleh para pendiri bangsa akan dijaga serius oleh undang-undang.
Namun, seiring waktu berjalan, saya melihat bahwa Perppu Ormas hanya menjadi semacam ‘kipas angin’ yang diberikan oleh Pemerintah kepada kelompok Islam moderat dalam rangka menyambut Pilpres 2019. Kenapa begitu? Harus diakui bahwa Ormas yang paling gethol melawan ideologi khilafah adalah NU dan NU adalah ormas dengan jumlah massa terbesar di Indonesia, bahkan di dunia.
Memperoleh dukungan mayoritas dari NU (saya rasa) adalah target semua kandidat yang bertarung di Pilpres 2019 lalu. Maka jangan heran, jika ada partai yang ideologinya bertentangan dengan NU, sudah mulai menjadi ‘NU’, atau lebih tepatnya ‘menyamar’ menjadi NU. Jangan heran, suara NU adalah suara mayoritas.
Maka, salah satu cara untuk mengakomodir kepentingan NU dan ‘meraih simpati’ warga NU adalah melalui Perppu Ormas. Paling tidak, pemerintah kelihatan berpihak kepada NU dengan melarang ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila (yang dijaga oleh NU) untuk ada di Indonesia. Kenapa? Sekali lagi, karena NU yang paling gethol menolak khilafah dan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila, termasuk komunisme.
Lalu pertanyannya, benarkah Perppu Ormas hanya ‘kipas angin’ untuk mendulang suara warga NU menjelang Pilpres? Atau memang pemerintah mau serius ‘nggebuk’ ormas yang bertentangan Pancasila? Mari kita buktikan.
Namun sebelumnya, mau tanya dulu? Apa yang sudah dilakukan pemerintah selama 3 tahun pasca disahkannya Perppu Ormas terhadap HTI selain (hanya) pembubaran? Nyatanya, HTI yang sudah dibubarkan itu masih bisa kampanye khilafah di mana-mana. Malah bikin film propaganda segala. Ini seperti membakar rumah tawon, tapi tawonnya dibiarkan terbang, menyebar, menyengat siapa saja, atau bikin koloni baru dengan nama dan bentuk yang berbeda.
Itu yang kemudian bisa sedikit bisa disimpulkan bahwa dalam pembubaran HTI, pemerintah ngga seserius yang dibayangkan. Ya, yang penting NU sudah (pernah) adem dengan adanya Perppu Ormas dan terlihat bahwa pemerintah berkomitmen melarang HTI berkembang. Kesannya. Tapi ya, lihat saja sekarang.
Padahal, aturan dalam Perppu Ormas yang sudah diteken itu ada aturan jelas tentang ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila itu konsekuensinya bagaimana?
Pada Pasal 60 ayat (2), ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana di Pasal 59 ayat (4) dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Lalu apa bentuk pidananya? Pasal 82A ayat (2) menjelaskan bahwa setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4) dipidana dengan PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP atau PIDANA PENJARA PALING SINGKAT 5 TAHUN dan PALING LAMA PIDANA PENJARA 20 TAHUN.
Lalu sampai manakah saat ini? Saat ini, pemerintah masih berkutat pada pembubaran secara administatif saja. Sementara paham dan gerakannya masih terus berkembang, seperti tanpa ada upaya untuk menghentikannya. Sebenarnya tak perlu sampai ada BANSER yang turun tangan untuk mengurusi hal itu, jika memang Pemerintah serius.
Semoga, ini juga tidak menjadi isu 5 tahunan menjelang Pilpres untuk ngadem-ngadem wong NU. Semoga saja. Atau jangan-jangan, ah sudahlah….