JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar pertemuan dengan Kementerian/Lembaga dan unsur TNI/Polri guna membahas kesiapan dalam menghadapi potensi ancaman bencana Kawasan Selat Sunda yang dihimpun dalam “Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Menghadapi Potensi Bahaya di Kawasan Selat Sunda” di ruang serbaguna Dr. Sutopo Purwo Nugroho, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (19/12). Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Sekretaris Utama (Sestama) BNPB Harmensyah yang didampingi oleh Deputi Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan.

Membuka rapat tersebut, Sestama BNPB mengatakan bahwa tujuan utama diselenggarakan pertemuan dalam forum tersebut adalah untuk memastikan rasa aman masyarakat saat Natal dan Tahun Baru serta meminimalisir jatuhnya korban apabila terjadi bencana. Selain itu, BNPB sebagai koordinator juga sekaligus mengharap kepastian sinergi dari Kementerian/Lembaga serta unsur terkait dapat berjalan beriringan dalam memperkuat kesiapsiagaan menghadapi potensi ancaman bencana.

Lebih lanjut, rapat tersebut juga digelar untuk memastikan dan mengecek alat pendeteksi dini apakah bekerja dengan baik melalui laporan langsung dari Kementerian/Lembaga yang terkait.

“Tujuannya agar tidak ada korban dan semua warga bisa selamat dari ancaman potensi bencana,” kata Harmensyah.

Sejalan dengan tujuan digelarnya rapat koordinasi tersebut, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati juga menekankan pentingnya upaya penguatan kapasitas melalui kesiapsiagaan pra-bencana yang mana hal tersebut murni untuk menghadapi potensi ancaman bencana dan bukan berarti mengharap sesuatu yang buruk terjadi ke depannya.

“Yang kita lakukan bukan mengharap hal buruk akan terjadi. Akan tetapi bagaimana kita bersiap diri dari sesuatu yang bisa saja terjadi,” ungkap Dwikorita.

Kepala BMKG menganalogikan kesiapsiagaan tersebut seperti ketika pengendara membutuhkan helm sebagai pelindung kepala saat berkendara sepeda motor di jalan raya, atau mengenakan sabuk pengaman saat mengengendarai mobil. Kesiapsiagaan diharapkan bisa menjadi budaya untuk mengurangi risiko dari potensi ancaman bencana yang harus dilakukan meski belum tentu akan terjadi sesuatu hal yang buruk.

Melihat potensi ancaman bencana yang ada di wilayah Selat Sunda, BMKG menggaris bawahi tiga jenis ancaman yang bisa terjadi seperti:

1. Zona Megathurst di Selat Sunda yang berpotensi gempa dengan kekuatan Magnitudo 8,7
2. Potensi flank collapse & erupsi anak krakatau
3. Zona Wrenching Selat Sunda (Graben, Landslide)

Melihat dari catatan potensi tersebut, BMKG tidak mau ‘kecolongan’ seperti yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu di mana tsunami senyap yang dipicu oleh longsoran bawah laut Anak Gunung Krakatau menyapu pesisir pantai di wilayah Banten dan Lampung dengan total korban jiwa mencapai 426 meninggal dunia, 7.202 luka-luka dan 23 dinyatakan hilang.

Oleh karena itu, saat ini BMKG telah menjalin kerjasama dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Pusat Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk memantau dan menganalisa gejala vulkanologi dan pasang surut air laut dengan sejumlah alat pendeteksi yang ditanam di beberapa tempat di sekitar zona merah.

Berdasarkan prediksi dari potensi bencana yang dipicu oleh faktor cuaca, BMKG memperkirakan adanya pertumbuhan awan cukup tinggi terjadi di wilayah Selat Sunda baik dari Jawa bagian barat maupun wilayah Lampung. Potensi hujan dengan intensitas tinggi diprediksi akan terjadi sejak tanggal 19 sampai 24 Desember 2019. Oleh karena itu Pemerintah Pusat melalui BNPB dan BMKG menghimbau agar Pemerintah Daerah setempat bisa mengambil tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana yang berpotensi terjadi pada musim liburan Natal dan Tahun Baru dengan membentuk posko siaga bencana dan pengendalian operasi 24 jam 7 hari.

“Buatlah posko dan apel siaga bersama komponen terkait, sehingga jika ada permasalahan bisa segera diatasi,” tutup Sestama BNPB Harmensyah.

Sebelum menutup rakor tersebut, Deputi Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja mengingatkan bahwa indikator dari keberhasilan daripada sinergitas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam upaya mitigasi bencana tidak hanya terletak pada minimnya jumlah korban akan tetapi juga sedikitnya kerugian dari dampak bencana yang ditimbulkan. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman serta penyamaan frekuensi dalam hal yang menekankan pada rasa aman dan kepastian kepada masyarakat.

“Indikator keberhasilan bukan hanya mengurangi jatuhnya korban jiwa tapi juga kerugian atas dampak yang terjadi,” ungkap Wisnu.