Jakarta, buletinnusantara – Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dijadwalkan membuka pameran tunggal bertajuk Sang Kekasih di Grand Sahid Jaya, Jakarta pada Senin pagi (8/5). Pameran karya lukis Nabila Dewi Gayatri tersebut akan berlangsung hingga 14 Mei.
Sekitar 50 lukisan kiai karya perupa kelahiran Gresik, Jawa Timur akan memamerkan lukisan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Sansoeri, dan kiai-kiai lain. Juga memamerkan lukisan Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, KH Said Aqil Siroj, KH A Mustofa Bisri, KH Tolchah Hasan, dan lain-lain.
Menurut Nabila, pameran tersebut mengajak khalayak mengingat kembali para kiai terdahulu yang telah berjuang demi umat tanpa pamrih. “Jika saya merujuk sejarah, kiai-kiai ini adalah orang di belakang Soekarno ketika Indonesia akan merdeka,” katanya di gedung PBNU, Jakarta (7/5).
Hidup mereka, kata alumnus Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya dan Aqidah Filsafat Al-Azhar Kairo itu, penuh dengan perjuangan. Segala ucapan dan tindakan mereka tiadak lain demi kemaslahatan umat.
Hal itu karena para kiai yang dilukisnya mengaji tidak hanya pada kitab kuning, hadits dan Al-Qur’an, tapi mengaji kehidupan. “Ngaji urip, segala yang dihamparkan Allah, itu ayat nyata. Mereka semua murid kehidupan,” tegasnya.
Karena mereka mengaji kehidupan, lanjutnya, tindak-tanduknya santun dan tawadhu. Mereka tidak berbicara jika memang tidak penting untuk berbicara. Mereka menangis ketika melihat orang susah. Mereka memberikan apa yang dipunya.
”Kita ingat Mbah Lim (KH Rifai Muslim Imampura, salah seorang kiai yang dilukisnya, red.) adalah orang yang penuh kasih terhadao fuqara (fakir miskin),” jelasnya.
Pameran itu juga mengajak khalayak mengingat KH Abbas Buntet. Kiai tersebut, menurut dia, adalah panglima perang pada peristiwa 10 November. Dia kiai asal Cirebon, santri di Tambakberas.
Ia juga menyebut KH Ihsan Jampes asal Kediri. “Sangat membanggakan. Bukunya menjadi rujukan saya di Al-Azhar. Kiai Mus (KH Ahmad Mustofa Bisrired.) ini saya terkesan dengan lemah lembutnya,” katanya. (Abdullah Alawi)