Jakarta, BuletinNusantara – Badan Akuntabilitas Publik DPD RI dukung Kantor Staf Presiden RI untuk segera menyelesaikan sengketa lahan seluas 260 Ha antara masyarakat Sari Rejo, Medan, dengan pihak TNI Angkatan Udara. Hal tersebut diungkapkan dalam rapat yang dihadiri oleh Kementerian Pertahanan, Ombudsman, Kementerian ATR/BPN, Staf Kepresidenan, TNI AU dan masyarakat Sari Rejo di Gedung Parlemen Jakarta, Selasa (18/7).

Masalah yang telah berlangsung puluhan tahun ini menjadi tuntutan masyarakat Sari Rejo sebanyak kurang lebih 4.500 KK yang telah menguasai lahan sejak tahun 1948. Ketua BAP DPD RI, Abdul Gafar Usman berharap Presiden segera mengambil tindakan untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian. “Kami minta Kantor Staf Presiden memberikan informasi tentang progres penyelesaian pada akhir Agustus 2018”, tegas Abdul Gafar.

Sementara itu, Senator dari Sumatera Utara Parlindungan Purba mengatakan agar pemerintah memberikan perhatian terhadap masalah ini dan bisa diselesaikan dengan baik dan cepat. Parlindungan berharap penyelesaian dilakukan dengan kepala dingin dan ‘win-win solution’. “Kita punya niat baik, kalau makin lama masalah ini terkatung-katung, maka benturannya bisa merepotkan kita semua, kita bersyukur di lapangan tidak ada bentrokan, karena kami sama-sama memahami”, ujar Parlindungan.

Menanggapi permintaan BAP DPD RI, Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan dan Hak Asasi Manusia di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP RI) Jaleswari Pramodhawardhani mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan kajian dan kunjungan lapangan. KSP RI akan menjadwalkan pertemuan para pihak yang terkait yaitu TNI KASAU, Kemenkeu, Kemenhan, Kemendagri, BPN/ATR dan perwakilan warga Sari Rejo dalam waktu dekat. “Kami memahami suasana kebatinan di TNI AU dan Kemhan untuk melepaskan aset negara, karena bisa dituduh korupsi, kami juga tidak bisa bertindak secara teknis, jadi nanti kami koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini”, kata Jaleswari.

Perwakilan Kementerian ATR/BPN Agus RB (Dirjen Penanganan Masalah, Pemanfaatan Ruang, dan Tanah) mengatakan bahwa karena masalah ini menyangkut tata kelola aset, maka kementerian ATR/BPN harus berhati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Ia menambahkan penyelesaian ini tidak lepas dari Kemenhan dan Kemenkeu yang punya otoritas untuk masalah tersebut. ”Agar tidak ada dobel status yang nanti bisa menimbulkan masalah, jika sudah ada penyelesaian maka BPN siap mengurus sertifikat masyarakat”, ujar Agus.

Sementara itu, Kepala Dinas Hukum TNI AU Marsekal Pertama (Marsma) TNI Syahrudin Damanik menjelaskan bahwa tahun 1991 TNI AU sudah mendaftarkan dasar kepemilikan ke kantor pertanahan di Medan dan nomor pendaftaran sudah terbit tahun 1993. “Ini adalah aset TNI AU sebagai kuasa pengguna barang, kita berkewajiban untuk mengamankan dari aspek hukum, fisik dan administrasi”, ungkap Syahrudin.

Laode Ida sebagai anggota Ombudsman yang hadir dalam rapat tersebut mengatakan bahwa Hak Pakai Lahan (HPL) yang diberikan ke satu pihak yaitu TNI AU seharusnya berjangka dan tidak ada yang permanen. “Faktanya lahan dihuni oleh rakyat, pemerintah semestinya hadir untuk mengatur masyarakat”, kata Laode.