Jakarta, Buletinnusantara – Sejak merebaknya COVID-19 di tanah air pada Maret lalu, pemerintah melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merespon cepat dengan membentuk Task Force Riset dan Inovasi Teknologi Penanganan Pandemi COVID-19, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (TFRIC-19 BPPT). Ketergantungan pada bahan, alat dan produk kesehatan impor lainnya sangat tinggi dan perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, melalui TFRIC-19 BPPT yang merupakan bagian dari Konsorsium Riset dan Inovasi Teknologi Penanganan Pandemi COVID-19 Kementerian Ristek/BRIN mendorong lembaga litbang, perguruan tinggi, industri, asosiasi dan juga beberapa start up company di bidang kesehatan serta dibantu oleh pemangku kepentingan untuk menghasilkan inovasi produk yang dapat diproduksi oleh industri dalam negeri.

“Jadi kita melibatkan kementerian, institusi penelitian pengembangan, kemudian ada industri, kemudian ada juga perguruan tinggi dan asosiasi,” ujar Hammam saat dialog Media Center Gugus Tugas di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (15/7).

Adapun teknologi inovasi yang dikembangkan, lanjut Hammam, adalah dengan mengikuti rantai dari mulai proses testing, tracing, isolating hingga sampai pada treating atau perawatan pasien.

Menurut Hammam ada lima aksi utama TFRIC-19 BPPT yaitu :
1. Inovasi produk diagnostik Non PCR, yaitu inovasi rapid diagnostic test untuk deteksi antibodi IgG/IgM
2. Inovasi produk PCR test kit, reagen untuk melakukan analisis PCR
3. Aplikasi Artificial Intelligence untuk Deteksi Covid-19, suatu inovasi teknologi untuk memperkuat penegakan COVID-19 berbasis data X-Ray dan CT Scan.
4. Penyusunan data whole genome sequncing (WGS), profil karakteristik peta gen Covid-19 yang sangat penting untuk acuan pengembangan vaksin, diagnostik dan produk berbasis gen lainnya.
5. Sarana prasarana dan logistik Kesehatan, diantaranya ventilator, mobile lab BSL2, portable hand washer, face shield, masker, hand sanitizer, desinfektan dan biscuit yang mengandung imunostimulan alami untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Biskuneo +++).

Dalam upaya memproduksi alat deteksi yang berbasis antibody/rapid, BPPT bekerja sama dengan UGM, Unair dan industri kesehatan PT Hepatika Mataram untuk menghasilkan Rapid Diagnostic Test Kit yang telah diluncurkan pada Hari Kebangkitan Inovasi Indonesia pada tanggal 20 Mei yang lalu dengan harga Rp75 ribu.

Hammam menyebut rapid diagnostic test kit produksi Indonesia telah di uji validasi pada 10.000 pasien dengan akurasi sensitivitas sebesar 98,4%.

“Jadi kita menguji validasi ke hampir 10.000 pasien ataupun kepada orang-orang yang memerlukan rapid testing ini dan dari 10.000 itu kita mendapatkan sensitivitasnya 98,4 persen,” jelas Hammam.

Dengan melihat semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan alat rapid test dengan harga terjangkau, Hammam menyebut produk-produk inovasi BPPT telah diproduksi dan akan ditingkatkan produksinya hingga 1 juta kit per bulan.

Selayaknya rapid test kit, PCR kit juga merupakan produk yang sangat dibutuhkan dalam rangka mendeteksi COVID-19. Bekerja sama dengan start up Nusantic dan Bio Farma, Indonesia telah memiliki produk inovasi anak bangsa yakni berupa PCR kit yang telah diproduksi secara massal. PCR kit ini dibandrol dengan harga Rp9,75 juta/boks atau sekitar Rp325 ribu per unit (berisi 30 unit).

Terakhir, Hammam mengajak masyarakat bersama BPPT untuk mengembangkan ide kreativitas sebagai bagian dari sistem dan teknologi, agar dapat membangun ekonomi Indonesia yang maju berbasis inovasi.

“Kita harus berusaha bersaing membangun ekosistem inovasi agar ekonomi kita juga berbasis kepada inovasi. Itulah sesungguhnya visi Indonesia 2045. Jadi negara Indonesia maju, berbasis inovasi,” tutup Hammam. (APJ)*