BULETIN NUSANTARA, JAKARTA – Jumat (24/9), dengan sertifikat halal, pelaku usaha mendapatkan izin pencantuman label atau logo halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.

Perkembangan teknologi pangan saat ini menyebabkan banyak produk berstatus syubhat. Karena itu, untuk memperjelas status hukumnya, maka diperlukan proses pemeriksaan kehalalan produk atau sertifikasi halal.

Advisor Pelayanan Audit Halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Dr Mulyorini R Hilwan, menyampaikan hal ini dalam webinar halal bertema “Food Fraud Prevention, dari Izin Edar hingga Label Halal”.

Acara itu diselenggarakan oleh LPPOM MUI bersama PT Pamerindo Indonesia, Selasa (21/9).

Sikap seorang muslim terhadap suatu hal yang masih berstatus syubhat telah ditegaskan dalam sebuah Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda: فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ

Hadits tersebut berarti: Barangsiapa menjaga diri dari perkara yang syubhat itu berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Barang siapa terjatuh ke pada yang syubhat berarti ia telah terjatuh dalam yang haram.

“Sebuah produk disebut halal ketika diproduksi dari bahan yang halal dan memenuhi persayaratan thayyib di fasilitas yang tidak terkontaminasi bahan haram atau najis. Penetapan status kehalalan produk ditentukan dari dua aspek penilaian, yakni ahli sains dan ulama,” jelas Mulyorini.

Mulyorini mengatakan, ahli sains atau auditor melalui Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), LPPOM MUI salah satunya, akan menemukan fakta kandungan produk dan menelaah dari sisi sains dan teknologi.

Dalam hal ini, auditor menjadi saksi terhadap proses produksi secara menyeluruh dalam penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) di perusahaan.

Kemudian, hasil audit diberikan kepada Komisi Fatwa MUI untuk ditetapkan status hukum dari produk tersebut.

Dikatakan Mulyorini, fatwa yang dikeluarkan akan menjelaskan status kehalalan produk berdasarkan hasil audit dari auditor halal, yaitu berupa surat Ketetapan Halal MUI.

Proses inilah yang akan menjadi landasan terbitnya sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

“Sertifikat halal menjadi jaminan bahwa produk telah melalui serangkaian proses pemeriksaan kehalalan produk. Dengan sertifikat halal, pelaku usaha mendapatkan izin pencantuman label atau logo halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang,” papar Mulyorini.

Seluruh proses tersebut merupakan upaya agar konsumen muslim mendapatkan jaminan kehalalan produk.

Saat ini, LPPOM MUI menyediakan layanan pengecekan produk halal melalui website www.halalmui.org atau aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore.

Dengan begitu, konsumen dapat mengecek kehalalan produk kapan dan di mana pun mereka berada. (MUI/hud)