Buletinnsantara – Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, dr. Hasto Wardoyo, SP. OG., melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur, Kamis (11/03) s/d Jum’at (12/03). Mengawali agenda kunjungan kerjanya, dokter hasto (sapaan akrab Kepala BKKBN) melakukan audiensi dengan Gubernur Jawa Timur, Dra.Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si. di gedung Negara Grahadi, pada Kamis (11/03) malam.
Ada beberapa hal yang disampaikan dalam sela-sela audiensi tersebut. Pertama, terkait penunjukan BKKBN menjadi koordinator penanganan stunting di Indonesia, dokter Hasto meminta masukan dari Gubernur bagaimana strategi yang tepat untuk penanganan stunting di Jawa Timur.
Dokter Hasto menjelaskan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) turut mempengaruhi tinggi rendahnya stunting. Dari data yang ada seperti yang diungkapkan oleh dokter Hasto, secara nasional, angka stunting saat ini adalah 26.9 persen dan harus diturunkan menjadi 14 persen pada tahun 2024 mendatang. Bila dilihat dari jumlah balita secara Nasional maka ada 7 juta lebih balita mengalami stunting. Oleh karenanya, BKKBN berusaha keras untuk menekan bayi yang lahir dengan tinggi kurang dari standar. Dari target 14 persen di tahun 2024, maka di tahun 2024 tidak boleh ada balita yang mengalami stunting sebanyak 3.6 juta balita.
“Untuk stunting ini, kami mohon arahan. Kami berharap Jatim bisa menjadi contoh, sebab di Indonesia belum ada contoh daerah dengan penurunan stunting sangat cepat dan semoga Provinsi Jawa Timur bisa menjadi contoh model Provinsi dengan penurunan stunting tercepat,” tutur Hasto.
Sementara itu, menurut Gubernur, saat ini ada tiga sistem yang digunakan untuk mendata kasus stunting dan setiap sistem angka stunting berbeda-beda. Oleh karenanya, ia mengharapkan agar hanya ada satu sumber sehingga bisa dijadikan dasar intervensi di kabupaten/kota. “Sumber data dari satu sumber supaya bupati atau walikota tahu dalam mengukur Stunting. Tugas pemerintah kabupaten memetakan dan melakukan intervensi di Posyandu. Bulan timbang menimbang semua balita, itu bisa dijadikan data langsung di Posyandu,” terangnya.
Lebih lanjut, Gubernur Jatim menuturkan daerah yang bisa dijadikan percontohan dalam penurunan AKI. “Untuk penurunan AKI, Surabaya berhasil melakukan; dimana awalnya Surabaya merupakan daerah nomor 2 tertinggi AKI di Jatim dan menjadi nomor 5 dengan melakukan kerjasama dengan Universitas Airlangga. Oleh karenanya, Jember kami sarankan untuk bisa melakukan hal serupa melalui bekerjasama dengan UNEJ untuk menurunkan AKI, AKB dan Stunting,” jelasnya.
Selain itu, guna mencegah anemia yang tentunya berdampak pada stunting, Provinsi Jawa Timur memiliki program untuk memanfaatkan lahan di rumah maupun hidroponik, sebagai sarana untuk menanam sayuran guna mencukupi kebutuhan keluarga. Serta edukasi kesehatan reproduksi di sekolah.
Terkait dengan upaya penurunan stunting, hasil Pendataan Keluarga (PK) tahun 2021 memiliki peranan yang sangat signifikan. “PK harus mempunyai data dengan satu sumber yang akurat. Dalam pelaksanaannya, bisa bekerjasama dengan stakeholder yang ada,” pesan Ibu Gubernur.