Jakarta, Buletinnusantara – Akhir Ramadhan ditandai dengan gema takbir, tahmid, tahlil, shalat Sunat Idul Fitri, bermaaf-mafaan antara satu dengan yang lainnya tidak terkecuali kembali bermacet-macetan di saat arus balik.
Bahkan suasan Arus balik mendapat sorotan seperti halnya arus mudik dari berbagai media baik cetak, online, radio live juga dilakukan oleh setiap media elktronik, berbagai pengamat mulai dari pengamat tranportasi, politik, sosial, budaya dan para da’i menyampaikan mau’idzohnya tentang makna Idul fitri.
Di Desa- desa kembali sepi seperti sediakala, termasuk di masjid, surau, langgar maupun musholla kembali hanya diisi oleh para lansia dan terlihat ada beberapa anak muda itupun di saat shalat magrib, berbeda 80 derajat di saat Ramdhan.” Tiap ramadhan memang selalu begini, sunyinya sangat terasa, ” ujar Abah Ohim kepada teman sebayanya, Fikri dan Mahdi, sehabis wirid bada shalat Isya, di halaman depan langar yg menjorok ke tepian pesawahan milik Kampung Cemara.
Seolah tidak mau keburu dijawab oleh kerasnya suara Jangkrik, kodok, dan gemuruhnya air yg mengalir di kali tepian Musholla Al Muhajirin, Mahdi pun mengeluhkan hal sama. “Apa yg kamu rasakan sama aku rasakan, Him, Rasanya kalau udah ditinggal Ramadhan ingin tiap bulan itu adalah bulan Ramadhan, ya kita berdoa saja semoga kita bisa ketemu bulan Ramadhan pada tahun berikutnya, Amin…” paparnya, Aminnn.. Sambung Ohim.
Namun lanjut Mahdi, sepinya tahun ini bagi kami tambah paten, soalnya si bungsu ikut merantau bersama kelima kakaknya ke Ibu Kota untuk ikut melamar menjadi buruh pabrik.
Tadinya berharap si Bungsu tidak mesti ikut-ikutan ke kota, kalau lah rajin disini (Desa) mengelola potensi alamnya di pastikan berhasil dan tidak akan kalah sama kaka2nya yg bekerja menjadi buruh di kota. “Apalagi hanya buruh kontrak, kadang saya juga secara duniawi khawatir atas nasib kedua kakaknya yg kini blm ada kejelasan untuk ditetapkan menjadi buruh tetap,” paparnya, ” Gengsi mungkin mang kalau menjadi petani seperti kita mah,” Timpal Fikir seolah ingin ikut memperpanjang perbincangan.” Mungkin juga begitu,” Tambah Mahdi, sebab, “Beberapa keponakan saya juga memilih bekerja menjadi buruh pabrik, ketimbang jadi Petani.” Paparnya.
Tidak habis Fikir kata Fikir tiap tahun angka arus balik selalu meningkat artinya angka urbanisasi masyarakat ke kota pun meningkat dari sini seharusnya pemerintah belajar bagimana memperlebar lapangan pekerjaan, dan seharus pemerintah mendidik masyarakatnya supaya bangga menjadi petani.” Karena saya dengar di beberapa negara tetangga, kasta petani itu tidak rendahan seperti di Negara kita, mereka itu bangga menjadi petani,” katanya.
Memang seharus begitu, Mahdi pun memperkuat apa yang diungkapkan Fikir, sebab apa yg kita tanam di sini, itu juga dikonsumsi oleh orang kota, misal padi, buah- buahan bahkan hingga daun pisang di pakai oleh orang yg tinggal di kota juga. “Sudah sepatutnya, semua sadar desa adalah kekuatan dan kota adalah pertumbuhan sesuai lagunya Bung Iwan Fals, ditanam menjadi laku semua elemen bangsa ini,” terangnya.
Jika disimak, Pemerintah yang di pimpin oleh pak Jokowi dan JK tutur Fikir kini menampakan akan keseriusanya ingin membangun Desa dengan Nawa Kerjanya yaitu Membangun Indonesia Dari Pinggiran dengan memperkuat desa dan daerah tertinggal, dan itu kayanya dayung bersambut atas hadirnya UU Desa No 6 tahun 2014 tidak hanya itu kini Desa juga telah memiliki ayah yaitu Kementerian Desa, PDT Dan Tranmigrasi dengan Nawa Kerjanya Desa Membangun Indonesia.
Betapa mulya cita-cita itu kata Mahdi moga tidak hanya untuk pencintraan, kami harap nomena dan fenomena mudik serta arus balik ini bisa menjadi perhatian serius bukan hanya untuk Menteri Perubungan maupuan Kementerian PU tapi juga mesti menjadi perekat dan perhatian semua kementerian termasuk Kementrian Desa,PDT dan Tranmigrasi.” Hentikan kegaduhan, saatnya fokus bekerja untuk kesejahtrean dan kemandirian rakyat,” bukan begitu amanat Pak Persiden Juga, betul Mang, kata Ohim seraya memujinya. “Luar biasa mang mahdi, mang fikri, moga saja harapan semua ide ini didengar elit yg digaji rakyat, dan Desa tidak lagi sepi karena ditinggal arus balik… ” gelak tawapun menyelimuti obrolan tanpa kopi itu.. Terima Kasih.
Oleh: Zaenal Mutaqin,