Jakarta, FKPT Center – Direktur Pencegahan BNPT, Brigadir Jenderal (Pol) Hamli, angkat bicara mengenali fenomena aksi solidaritas terhadap sesama umat Islam, termasuk yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, dalam menyikapi sebuah peristiwa kita boleh saja ikut meluapkan emosi, namun tidak dibarengi dengan cara-cara ekstrim.

Ini disampaikan Hamli saat mengisi kegiatan Dialog Pelibatan Civitas Academica dalam Pencegahan Terorisme di kampus Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ), Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2019). Isu penindasan kelompok muslim Uighur menjadi salah satu contoh yang dikemukakannya.

“Silahkan ikut emosi, ikut marah, tapi jangan ekstrim,” kata Hamli.

Sikap ekstrim dalam aksi solidaritas yang dimaksud Hamli adalah keinginan ikut berjihad ke lokasi di mana terdapat sesama muslim yang dikabarkan ditindas, sementara kita sendiri tidak dapat memastikan kebenaran kabarnya. Alih-alih bertujuan positif, aksi semacam itu disebutnya justeru menjadi pemicu terjadinya aksi terorisme.

“Kelompok yang melakukan pemboman itu berawal dari perang yang terjadi di Afganistan, dan banyak perwakilan-perwakilan dari berbagai negara pergi kesana dalam pelatihan, dan kembali ke Indonesia malah melakukan pemboman,” ungkap Hamli.

Dalam paparannya mantan analis utama Detasemen Khusus 88 Antiteror mabes Polri tersebut juga meminta masyarakat mewaspadai peredaran informasi di media sosial yang terjadi begitu cepat dan sulit diprediksi kebenarannya. Termasuk kabar terjadinya kekerasan terhadap sesama Muslim, hal itu diminta dicerna dengan baik.

“Jangan sampai karena ada sekelompok orang membawa nama Islam, justeru menjadikan nama Islam terkontaminasi,” tegas Hamli.

Terkait aksi solidaritas tersebut dianggap penting disampaikan, mengingat berdasarkan survey oleh Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP), hal ini menjadi salah satu alasan dilakukannya aksi teror di Indonesia. Hasil lain dari survey tersebut juga mengungkap teror terjadi karena kegagalan pemahaman ideologi, mob mentality, balas dendam, situasional, dan separatisme.

Materi Pengajian

Di hadapan sekitar 400 mahasiswa PTIQ, Hamli juga meminta agar materi menyimpang dari adanya forum-forum pengajian terselubung dapat diwaspadai. Hal ini diakuinya didapat dari hasil pemantauan di lapangan, di mana ditemukan ada sekelompok orang yang coba memanfaatkan pengajian sebagai wadah penyebarluasan paham radikal terorisme.

“Materinya biasanya seputar pemerintah thogut, kafir demokrasi, hijrah, dan lain sebagainya,” ujar Hamli.

Di akhir paparannya dia berbagi tips agar mahasiswa terbebas dari paham radikal terorisme, yaitu dengan cara meih prestasi setinggi-tingginya. “Perdalam wawasan agama penting, tapi jangan fanatik, karena takut berat sebelah. Maka berposisilah di tengah, dan perkuat wawasan kebangsaan,” pungkasnya.

 

 

 

(Jun)